Kenaikan harga emas memoles kinerja ANTM



JAKARTA. Bullish yang terjadi pada emas, merembet ke PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Begitulah korelasi sederhana, yang menggambarkan prospek emiten pelat merah ini.

Beberapa pekan terakhir, harga emas naik. Ini merupakan imbas gerakan investor yang mencari investasi safe haven, setelah pernyataan dovish Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat alias Federal Reserve (The Fed) Janet Yellen.

"Jika The Fed masih menunjukkan sikap dovish, hampir bisa dipastikan pergerakan harga emas akan bertahan dalam tren kenaikan," kata Franky Rivan, analis KDB Daewoo Securities, Selasa (23/2).


ANTM juga terbilang siap menyambut kenaikan harga. Perseroan memiliki cadangan emas mencapai 4,3 juta dry metric ton. Dari sisi pergerakan saham, emiten BUMN ini juga terbilang menarik.

Franky menuturkan, valuasi saham ANTM diperdagangkan pada level price to book value (PBV) 0,3 kali, jauh dibandingkan rerata pesaingnya, di 0,6 kali. Selain valuasi menarik, ANTM diperkirakan bisa menunjukkan laba yang stabil ke depan.

"Apalagi, ANTM memiliki ruang memonetisasi cadangan emas yang akan semakin besar, dengan harga emas yang lebih tinggi pula," tutur Franky.

Hasan, analis Ciptadana Securities, menambahkan, prospek ANTM tidak hanya datang dari tren kenaikan harga emas. Progres pabrik feronikel baru turut menopang fundamental ANTM di jangka panjang.

Dalam riset 19 Januari Hasan menjelaskan, pabrik yang berlokasi di Pomalaa, Sulawesi Tenggara yakni Pomala Ferronickel Plant Expansion Project (P3FP) telah mencapai penyelesaian 98,6%.

Sehingga, operasional bisa dilakukan tahun ini. Jika sudah beroperasi penuh, produksi feronikel ANTM bisa mencapai 20.000 ton di tahun ini. "Selain itu, ANTM juga bisa menghemat biaya operasional, karena pabrik ini menggunakan teknologi terbaru," imbuh Hasan.

Ia memprediksi, efisiensi akan menurunkan beban dan menghasilkan laba operasi Rp 26 miliar bagi ANTM. Angka ini lebih baik ketimbang tahun lalu yang diperkirakan rugi Rp 575 miliar. Ditambah perkiraan kenaikan laba kotor hampir tiga kali lipat menjadi Rp 1,28 triliun, ANTM diprediksi akan mencetak laba bersih Rp 76 miliar.

Jika terealisasi, pencapaian tersebut jauh lebih baik ketimbang tahun lalu, yakni rugi bersih Rp 1,12 triliun. Namun, Lydia J Toisuta, analis JP Morgan, menilai, terlepas dari pergerakan harga komoditas seperti emas dan nikel, ekspansi pabrik justru akan membuat kinerja tertekan.

Menurut dia, ANTM bakal mengalami kondisi free cash flow (FCF) negatif hingga tahun 2017 akibat investasi pabrik baru tersebut.

Dalam riset 11 Januari lalu Lydia memprediksi, kondisi FCF ANTM tahun ini masih dalam kondisi defisit Rp 1,21 triliun, dari sebelumnya defisit Rp 2,15 triliun. Pendapatan ANTM diperkirakan tertekan, menjadi Rp 9,58 triliun dari sebelumnya Rp 12,71 triliun.

Karena hal itu, Lydia memberikan rating underweight saham ANTM dengan target harga Rp 120. Hasan merekomendasikan hold dengan target Rp 300.

Ariyanto Kurniawan, analis Mandiri Sekuritas, merekomendasikan neutral dengan target Rp 500.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie