Kenaikan Harga Gas Non HGBT Bisa Kerek Biaya Produksi Barang Elektronik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana kenaikan harga gas di luar skema kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (non-HGBT) berpotensi mendongkrak biaya produksi elektronik. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman mengatakan kebijakan tersebut bisa mendongkrak harga komponen/material produk elektronik di rantai pasok.

Alhasil, biaya produksi elektronik pun bisa ikut terkerek.  “Secara langsung industri elektronika tidak memakai energi gas bumi dalam volume besar. Namun, kami sangat mengkhawatirkan dampak dari supporting industry kami yang akan menaikkan harga material/ komponen,” ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (17/8).

Kendati demikian, kebijakan kenaikan harga gas non HGBT, kalaupun jadi dilakukan, tidak serta merta bakal mendorong kenaikan harga di tingkat barang jadi produk elektronik. Sebab, kata Daniel, keputusan untuk menaikkan harga barang elektronik masih perlu mempertimbangkan banyak faktor lain, seperti misalnya kondisi pasar dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dan lain-lain.


“(Potensi kenaikan harga barang elektronik) Ada, tapi saya pikir bukan krn dampak kenaikan harga gas bumi,” tuturnya.

Baca Juga: Harga Gas Non HGBT Berpotensi Naik, Ini Sebabnya

Sebelumnya, diskursus wacana kenaikan harga gas non HGBT dipicu surat yang diterima Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Surat tersebut berisi pesan bahwa PGN berencana menaikkan harga gas industri pada 1 Oktober 2023 mendatang.

Perinciannya, bagi pelanggan gold, harga gas direncanakan naik dari semula US$ 9,16 per MMBTU menjadi US$ 11,89 per MMBTU. Kemudian, untuk pelanggan Silver (PB-KSv), kenaikan harga gas direncanakan dari sebelumnya US$ 9,78 per MMBTU menjadi US$ 11,99 per MMBTU, bagi pelanggan Bronze 3 (PB-SBr3B) dari US$ 9,16  per MMBTU menjadi US$ 12,31 per MMBTU.

Sedang bagi pelanggan Bronze 2 (PB-SBr2) dari sebelumnya US$ 9,20 per MMBTU menjadi US$ 12,52   per MMBTU.

Sementara itu, bagi pelanggan Bronze 1 (PB-KBr1), perubahan harga gas direncanakan baru naik pada 1 Januari 2024, Kenaikan harganya dari semula Rp 6.000 per meter kubik (m3) menjadi Rp 10.000 per m3.

Dalam wawancaranya dengan Kontan.co.id (14/8), Sekretaris Perusahaan Gas Negara (PGN) Rachmat Hutama mengatakan, PGN tengah berkonsultasi dengan pemerintah soal rencana kenaikan harga gas ini. Informasi seputar rencana kenaikan harga gas juga telah disampaikan kepada pelanggan.

“Saat ini PGN sedang berkonsultasi dengan pemerintah terkait dengan penyesuaian harga gas jual, yang secara bersamaan PGN juga telah menyampaikan rencana kenaikan harga per 1 Oktober 2023 kepada pelanggan, jika pemerintah tidak berpendapat lain,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (14/8).

Di lain pihak, seperti telah diberiktan Kontan.co.id (15/8), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyayangkan rencana kenaikan harga gas untuk pelanggan non-HGBT oleh PGN.

Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, mengatakan bahwa dengan kondisi saat ini pun harga gas non-HGBT di Indonesia sudah kalah saing, bahkan sudah menjadi yang paling mahal dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Opsi menaikkan harga gas non-HGBT menurutnya bakal membuat daya saing iklim usaha industri nasional semakin tidak kompetitif.

“Tidak tertutup kemungkinan potensi investasi di sektor industri pelanggan gas non-HGBT akan lari ke negara tetangga,” ujar Shinta kepada Kontan, Senin (14/8).

Baca Juga: SKK Migas Pastikan Tidak Ada Kebijakan Menaikkan Harga Gas Hulu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat