Kenaikan harga kerek saham batubara



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga batubara tahun ini turut menghangatkan kinerja dan prospek emiten sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Akhir pekan lalu, harga batubara Newcastle untuk pengiriman Januari 2018 di Bursa ICE di posisi US$ 97,10 per ton. Ini sudah menanjak 26% dibandingkan awal tahun.

Sejumlah emiten tambang batubara pun telah mengeluarkan kinerja keuangan kuartal III-2017. Hasilnya, emiten mulai menunjukkan perbaikan kinerja seiring membaiknya harga batubara.

Bukit Asam (PTBA), misalnya, meraih pendapatan Rp 13,22 triliun di kuartal ketiga ini atau naik 31,7% year-on-year (yoy). Meski beban pokok penjualan serta beban umum dan administrasi naik, emiten pelat merah ini meraih pertumbuhan laba 250% (yoy) menjadi Rp 2,62 triliun.


Kinerja Delta Dunia Makmur (DOID) juga bagus. Hingga akhir September 2017, pendapatan DOID naik 33,52% jadi US$ 558,48 juta. Emiten ini mampu meraih pertumbuhan laba 24,08% (yoy) menjadi US$ 31,43 juta.

Selanjutnya, pendapatan Harum Energy (HRUM) menanjak 84% (yoy) menjadi US$ 239 juta. Adapun laba bersihnya melonjak 204% menjadi US$ 32,64 juta.

Tak hanya perusahaan tambang, emiten penunjang industri ini pun ikut merasakan buah kebangkitan harga komoditas energi. Meski belum menyampaikan kinerja keuangan di kuartal ketiga, United Tractor (UNTR) dan Intraco Penta (INTA) meraih kinerja operasional bagus.

Total penjualan alat berat UNTR di kuartal ketiga pun sudah mencapai 2,744 unit, atau naik 73% dibanding periode sama tahun lalu. Penjualan ke sektor pertambangan menjadi kontributor utama.

Sejak Januari hingga Agustus lalu, INTA mampu menjual 368 unit alat berat. Angka ini melonjak 57% dibanding Januari-Agustus 2016. Porsi penjualan alat berat di sektor batubara mendominasi total penjualan INTA, yakni 62% dari total penjualan INTA.

Meski kinerja emiten batubara ini semakin baik, pertumbuhan indeks sektor pertambangan di BEI belum sebaik sektor lain seperti perbankan atau industri dasar dan kimia yang mampu tumbuh hingga lebih dari 20%. Oleh karena itu, analis First Asia Capital David Sutyanto melihat sektor tambang, terutama batubara, bisa bangkit. Pertumbuhan sektor tambang yang tak semulus beberapa tahun sebelumnya membuat David yakin sektor ini berpotensi upside tinggi ke depannya. "Belum lagi harga batubara mulai stabil. Harga batubara bisa terus naik lantaran banyaknya tambang yang tutup di China, membuat suplai menurun," ujar David.

VP Research & Analyst Valbury Asia Futures Nico Omer Jonckheere melihat sektor ini menjanjikan di jangka panjang. Ini disebabkan potensi lonjakan harga minyak di tahun 2019-2020. "Itu dipicu keterbatasan suplai akibat minimnya investasi perusahaan minyak untuk menambah cadangan saat ini. Hal ini berpotensi membuat harga batubara ikut," kata Nico. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini