Kenaikan harga minyak akan bebani Garuda dan AirAsia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Awal tahun ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) kedatangan anggota baru. PT AirAsia Indonesia Tbk resmi masuk ke bursa dengan skema backdoor listing lewat langkah akuisisi PT Rimau Multi Putra Prima Tbk. Kode saham CMPP pun kini jadi milik AirAsia Indonesia.

Cuma, kinerja AirAsia Indonesia masih belum moncer. Pendapatan maskapai berbiaya murah ini hingga semester I 2017 memang meningkat 6,06% year-on-year (yoy) menjadi Rp 1,92 triliun. Namun, beban usaha mereka mencapai Rp 1,71 triliun. Sehingga, AirAsia Indonesia masih harus menanggung rugi sebesar Rp 557,78 miliar.

Walau masih merugi, bukan berarti CMPP tak punya rencana ekspansi. "Tahun ini, kami berencana mendatangkan dua pesawat Airbus A320 untuk menambah armada yang sudah ada, diikuti oleh pembukaan beberapa rute baru," ujar Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan, Senin (15/1).


Emiten penerbangan lainnya, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) juga mencatatkan kerugian US$ 222,04 juta di kuartal III 2017. Tapi, maskapai pelat merah ini juga tetap berekspansi.

"Kami berencana memaksimalkan utilisasi pesawat, dengan menambah frekuensi penerbangan dan menambah rute penerbangan baru. Terutama dari kota-kota besar seperti Medan, Palembang, dan Makassar," ujar VP Corporate Communication GIAA Ikhsan Rosan.

Hanya, emiten penerbangan, menurut Analis Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar, punya sejumlah tantangan tahun ini. Biaya operasional yang besar serta kenaikan harga minyak dunia akan membebani sektor ini. "Jika melihat laporan keuangan GIAA di kuartal III 2017, beban operasional mereka mencapai 60% dari total pendapatan," ujar William ke KONTAN, Senin (15/1).

Beban tersebut didominasi oleh bahan bakar yang mencapai 50%. Tak heran, GIAA masih menderita kerugian. Di tahun ini, beban operasional perusahaan penerbangan itu akan Meningkat. Maklum, harga emas hitam diprediksikan bakal menyentuh level US$ 90 per barel sehingga harga avtur terkerek.

Analis Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada menilai, kinerja emiten sektor ini sangat tergantung pada volume penumpang, harga tiket, serta biaya bahan bakar. Jika ada peningkatan volume penumpang dari penambahan destinasi penerbangan, kinerjanya bisa membaik. "Namun, kebutuhan bahan bakar juga meningkat," sebut dia.

Reza pesimistis, kinerja CMPP dan GIAA bakal positif tahun ini. Ia bersikap netral pada kedua saham emiten tersebut. William juga melihat, emiten penerbangan seperti CMPP dan GIAA bakal underperform. Kemarin, harga saham CMPP melemah 10,27% di Rp 498 dan GIAA stagnan Rp 302 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini