KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun ini harga minyak global terus memanas. Lonjakan harga minyak bumi tersebut diharapkan dapat mendorong perekonomian dalam negeri. Hingga pekan kedua Juni 2021, harga minyak jenis brent mencapai kisaran US$ 70 per barel. Peningkatan juga terjadi pada
Indonesia crude price (ICP) yang mencapai US$ 65,5 pada Mei 2021. Sehingga secara
year to date mencapai US$ 60,9. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Amir Hidayat mengatakan tren positif ini dipengaruhi oleh terus meningkatnya permintaan global seiring membaiknya prospek ekonomi dunia dan masifnya proses vaksinasi global di tengah dinamika pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Terutama didorong oleh China dan Amerika Serikat (AS).
Menurut Amir membaiknya permintaan minyak didorong oleh mulai pulihnya aktivitas industri, penerbangan, serta mobilitas masyarakat, terutama masa
driving season di belahan bumi utara pada awal Juni 2021. Selain itu, vaksinasi yang masif juga meningkatkan kepercayaan masyarakat, sehingga mendorong naiknya permintaan untuk melakukan perjalanan, baik untuk liburan atau mobilitas lainnya. Dus, Amir menerka perbaikan permintaan diperkirakan akan terus meningkat secara gradual dan mencapai level sama dengan sebelum pandemi di akhir 2022. Sementara itu, dari sisi penawaran, setelah melakukan pemotongan produksi pada kuartal I-22021, OPEC+ memutuskan akan tetap melakukan relaksasi pemotongan produksi hingga Juli sebagai langkah antisipasi potensi permintaan yang melonjak. Alhasil, level harga yang tinggi dapat menjadi momen bagi negara produsen OPEC+ dan non-OPEC untuk meningkatkan produksi guna memperbaiki pendapatan. Hal ini tercermin dari meningkatnya aktivitas
rig secara global.
Baca Juga: Begini dampak kenaikan harga minyak terhadap perekonomian Indonesia Meskipun begitu, Amir mengatakan kecepatan kenaikan produksi minyak lebih lambat dibandingkan perbaikan
demand, didorong oleh masih rendahnya investasi sepanjang 2021 seiring langkah perusahaan minyak yang masih mengontrol pengeluaran untuk memperbaiki neraca keuangan. Mempertimbangkan faktor-faktor di atas, Amir memproyeksikan harga minyak mentah akan mengalami perbaikan hingga akhir 2021, mencapai kisaran rata-rata US$ 65 per barel. Namun, harga diperkirakan mulai turun di tahun 2022, sejalan dengan produksi minyak yang semakin meningkat sebagai respons atas tumbuhnya
demand dan ekspektasi pandemi yang semakin mereda. Selain itu, pesatnya perkembangan teknologi energi alternatif juga diperkirakan akan mendorong penurunan
outlook harga dalam jangka panjang.
“Melihat perkembangan ini tentu positif bagi perekonomian bahwa aktivitas ekonomi menunjukkan pemulihan yang semakin kuat. Ini tentu juga akan positif dampaknya bagi penerimaan negara terutama dari migas, walau pun tentu nilainya akan juga dipengaruhi oleh faktor yang lain seperti
lifting migas maupun nilai tukar rupiah,” kata Amir kepada Kontan.co.id, Kamis (17/6). Amir berharap meningkatnya harga minyak merupakan bagian dari pulihnya aktivitas ekonomi secara global. Bukan hanya di sektor migas tetapi juga di berbagai sektor lainnya. “Pulihnya aktivitas ekonomi akan kondusif bagi APBN agar tidak terus-menerus bekerja keras dalam situasi
extraordinary sebagai instrumen
countercyclical dan dapat kembali fokus pada agenda pertumbuhan ekonomi yang makin cepat dengan dukungan APBN yang sehat dan
sustainable dalam jangka panjang,” ucap Amir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .