KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) menuturkan kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah tentu mempengaruhi trafik penumpang di momen Natal dan Tahun Baru (Nataru) mendatang. Ketua APJAPI Alvin Lie menuturkan, kondisi tersebut juga akan menentukan harga tiket pesawat ke depannya. Namun, harga tiket pesawat kelas ekonomi rute domestik diatur melalui Keputusan Menhub (KM) No. 106 Tahun 2019. tentang Tarif Batas Atas (TBA). "Dengan kondisi saat ini saja semua maskapai sudah terpaksa jual tiket pada Batas Atas atau Mendekati Batas Atas karena terdesak nilai tukar rupiah yang terus melemah dan harga avtur yang tinggi," ujarnya kepada Kontan, Jumat (27/10).
Ia melanjutkan, harga tiket pesawat oleh maskapai penerbangan tidak akan bisa naik lebih tinggi lagi kecuali Keputusan Menhub diubah.
Baca Juga: Pasca Pandemi Covid-19, Industri Penerbangan Domestik Masih Dihantui Tantangan Ini Sebagai informasi, regulasi TBA diatur dalam Keputusan Menhub (KM) No. 106 Tahun 2019. Alvin mengatakan sudah 4,5 tahun TBA belum disesuaikan kembali. Alvin mengatakan, aturan diterbitkan saat harga avtur sebesar Rp 9.243 per liter di Bandara Soekarno Hatta dan nilai tukar rupiah Rp 14.520 per US$ pada 2019. Sementara harga avtur yang berlaku mulai 15 Oktober sampai dengan 31 Oktober 2023 di Bandara Soekarno Hatta saat ini adalah Rp 15.324 per liter. Di sisi lain, Sekretaris Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Cecep Kurniawan mengatakan pihaknya telah menyiapkan pelayanan dari bandara udara meliputi navigasi pesawat, dalam mempersiapkan libur Nataru. "Menyambut Nataru, kami sudah siapkan pelayanan. Bandar udara dengan kapasitas sesuai standar pelayanan, telah kami siapkan," tuturnya. Lalu, Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan Putu Eka Cahyadi memaparkan, dibandingkan dengan negara di Asia Pasifik dan Afrika, Indonesia mencatat pertumbuhan
recovery rate tertinggi sekitar 85% bila dibandingkan dengan 2019. "Proyeksi capaian
recovery rate domestik tahun 2023 terhadap tahun 2019 adalah 88% dan proyeksi capaian
recovery rate internasional di tahun 2023 terhadap 2019 adalah 82%," paparnya. Senada dengan Alvin, Putu juga menuturkan bahwa harga avtur yang tinggi menjadi tantangan berat bagi industri penerbangan. Hal tersebut otomatis meningkatkan harga tarif angkutan udara dan beban biaya operasional. Dia juga mencatat bahwa keterbatasan ketersediaan armada pesawat menambah tantangan yang berat. Tak hanya itu, global
supply chain yang belum pulih turut menyumbang masalah.
Baca Juga: Bakal Ada Insentif bagi Maskapai yang Beroperasi di Bandara Kertajati Melihat hal tersebut, pihaknya memasang beberapa intervensi jangka pendek di antaranya adalah dukungan kementerian dan lembaga (K/L) untuk memperkuat kemudahan dalam pengaturan larangan terbatas suku cadang perawatan pesawat dan pengembangan industri perawatan pesawat udara (MRO) di Indonesia.
Lalu, diperlukan adanya kebijakan menyeluruh terkait bahan bakar avtur bagi penerbangan domestik. "Mengingat bahan bakar menjadi komponen terbesar dalam struktur biaya operasi pesawat udara, maka diperlukan kebijakan untuk hal ini," imbuhnya. Lalu, penataan bandara udara internasional dinilai menjadi salah satu alternatif untuk memberikan dukungan secara langsung terhadap pertumbuhan penerbangan dalam negeri dan memperkuat peran maskapai nasional. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .