KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak naik pada perdagangan Selasa karena ketegangan di Timur Tengah terus memicu kekhawatiran. Tetapi kenaikan tersebut dibatasi oleh sentimen permintaan yang bearish menjelang laporan bulanan dari lembaga-lembaga perminyakan. Selasa (12/3) pukul 16.36 WIB, harga minyak Brent berjangka untuk pengiriman Mei naik 48 sen atau 0,6% menjadi US$ 82,69 per barel. Kontrak minyak mentah WTI AS bulan April naik 40 sen atau 0,5% menjadi US$ 78,33 per barel. Harapan akan adanya gencatan senjata dalam perang Israel melawan Hamas telah memudar dengan perundingan menemui jalan buntu di Kairo. Sementara konflik mengancam akan meluas ketika Israel dan Hizbullah Lebanon terus saling baku tembak.
Meskipun konflik Gaza tidak menyebabkan gangguan pasokan minyak yang signifikan, kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran di Yaman telah menyerang kapal-kapal di Laut Merah dan Teluk Aden sejak November sebagai kampanye solidaritas terhadap Palestina.
Baca Juga: Suku Bunga AS Berpotensi Turun, Begini Prospek dan Rekomendasi Saham Emiten Properti Serangan udara yang dikaitkan dengan koalisi AS-Inggris menghantam kota-kota pelabuhan dan kota-kota kecil di Yaman barat pada hari Senin. Kelompok Houthi mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka telah menembakkan rudal ke kapal AS di Laut Merah. John Evans dari pialang minyak PVM mengatakan, para pedagang sudah terbiasa dengan serangan seperti itu. “Persediaan minyak yang mungkin terkena dampak tidak hilang, hanya tertunda dan dengan waktu pengiriman baru yang menjadi bagian dari norma baru, penundaan pada akhirnya tidak akan berlaku,” kata Evans. “Perang ini akan terus berlanjut, begitu juga dengan hilangnya relevansinya terhadap harga minyak,” kata Evans. Di Rusia, eksportir minyak terbesar kedua di dunia, serangan Ukraina terhadap fasilitas energi memicu kebakaran di kilang NORSI milik Lukoil.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Naik Seiring Berlanjutnya Ketegangan di Timur Tengah Namun, berbagai faktor yang mendukung harga minyak tertahan oleh perkiraan permintaan dan peningkatan pasokan dari produsen di luar Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). “Sentimen permintaan yang bearish dan meningkatnya pasokan non-OPEC memberikan sedikit ruang bagi pasar untuk bersikap bullish terhadap harga minyak saat ini,” kata Serena Huang, kepala analisis APAC di Vortexa. Badan Energi Internasional atawa International Energy Agency (IEA) memperkirakan pasokan minyak akan tumbuh ke rekor tertinggi sekitar 103,8 juta barel per hari (bph). Kenaikan pasokan hampir seluruhnya didorong oleh produsen di luar OPEC dan kelompok produsen OPEC+ yang lebih luas. Pasokan tambahan berasal dari negara-negara termasuk Amerika Serikat, Brasil, dan Guyana.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Selasa (12/3) Pagi, Brent ke US$82,44 dan WTI ke US$78,10 Sedangkan bagi Tiongkok, pembeli minyak terbesar di dunia, impor minyak mentah meningkat dalam dua bulan pertama tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023. Namun, impor tersebut turun dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, melanjutkan tren penurunan pembelian. Pasar sedang menunggu perkiraan permintaan dari laporan bulanan OPEC, IEA dan Badan Informasi Energi (EIA), analis dari ANZ mengatakan dalam sebuah catatan. “Meskipun kami yakin perkiraan tersebut sebagian besar tidak akan berubah, kejutan kenaikan apa pun akan meredakan kekhawatiran permintaan,” ungkap analis ANZ. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati