JAKARTA. Harga timah kembali turun setelah melesat naik di tengah pelemahan komoditas lain. Spekulasi adanya kelebihan pasokan LME mengangkat harga timah, namun kenaikan tidak bertahan lama lantaran kondisi ekonomi China belum mendukung pergerakan harga timah. Mengutip Bloomberg, Kamis (2/9) pukul 12.55 WIB, harga timah kontrak pengiriman tiga bulan di bursa London Metal Exchange turun 0,5% dibanding hari sebelumnya ke level US$ 15.150 per metrik ton. Padahal sehari sebelumnya harga timah melesat 3,7%. Dalam tiga hari terakhir harga timah bahkan sudah naik 7,2%. Kenaikan harga timah selama tiga hari terakhir merupakan yang terbesar sejak tahun 2012. Pergerakan harga timah ini juga memimpin reli pada harga-harga logam industri lainnya. Naiknya harga timah didorong oleh tanda-tanda penyusutan persediaan dan membaiknya prospek permintaan dari Amerika Serikat (AS).
Persediaan timah di LME diperkirakan turun ke level terendah sejak tahun 2008. Pejabat di Indonesia, yang merupakan pemasok timah terbesar di dunia menyatakan tidak akan membatasi larangan ekspor bijih mineral. "Kekhawatiran penambahan bijih mineral ke pasar tetap ada, namun penolakan pemerintah untuk meringankan ekspor sedikit membantu harga, mungkin itu yang membuat kita melihat outperformance," ujar Mike Dragosits, ahli komoditas senior di TD Securities di Toronto, seperti dikutip Bloomberg. Ibrahim, Analis dan Direktur PT Komoditi Ekuilibrium Berjangka mengatakan, data positif dari AS memang mampu mengangkat harga timah. Oleh karena itu, pergerakan harga timah pekan ini cenderung mengesampingkan sentimen dari China yang juga merupakan salah satu konsumen terbesar logam industri tersebut. Di AS, perusahaan swasta memperkerjakan lebih banyak pekerja bulan lalu yakni 190.000 dibandingkan sebelumnya 177.000. Tingkat produktivitas kuartal II-2015 juga naik lebih tinggi dari perkiraan di level 3,3%. "Makanya persediaan timah menyusut karena ada kenaikan permintaan dari industri di AS," lanjut Ibrahim. Sementara dari negeri panda, People's Bank of China (PBoC) dan pemerintah akan melonggarkan kuantitatif secara terprogram yakni sebesar 2 triliun yuan yang diperkirakan mulai bulan September dan Oktober. Hal tersebut menurut Ibrahim akan menahan laju pelemahan ekonomi di China sehingga berdampak positif bagi harga komoditas, salah satunya timah. Namun demikian, Ibrahim melihat sentimen menyusutnya persediaan timah di LME hanya akan bertahan hingga pekan ini saja. Apalagi, kondisi ekonomi China belum mendukung permintaan timah. Data manufaktur China yang dirilis pekan ini menunjukkan kontraksi di level 49,7.