Kenaikan inflasi menahan pertumbuhan UNVR



JAKARTA. Ancaman inflasi tinggi sudah di depan mata. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi sepanjang tahun lalu mencapai 6,96%. Kenaikan harga bahan pangan menyumbang inflasi terbesar, yakni 3,5%.

Kenaikan harga pangan tentu berpotensi menahan laju pertumbuhan penjualan barang-barang konsumsi (consumer goods), termasuk produk PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).

Analis NISP Sekuritas, Lyana Margareth, memprediksi, kenaikan harga pangan masih akan terjadi hingga beberapa bulan ke depan. Melonjaknya harga pangan, terutama beras, bakal mengganjal pertumbuhan UNVR. Pasalnya, segmen yang rentan terhadap kenaikan harga pangan adalah masyarakat ekonomi kelas menengah dan bawah.


Menurut Lyana, sebesar 50% pengeluaran belanja dua golongan ini dipakai untuk konsumsi makanan. Ketika harga pangan mendaki, anggaran belanja masyarakat menengah ke bawah mengalami penyesuaian. "Kebutuhan yang tak terlalu mendesak akan dieliminasi, misalnya keperluan toiletries," kata dia.

Lyana memprediksi penjualan UNVR untuk kedua segmen itu sepanjang 2010 dan 2011 masing-masing hanya tumbuh 7,5% dan 8,5%.

Analis Mandiri Sekuritas Yohan Setio memperkirakan kinerja UNVR semakin berat, mengingat harga bahan baku terus menanjak. Misalnya minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Harga CPO untuk pengiriman April 2011 di bursa Malaysia, Selasa (18/1) pukul 16.34 WIB, senilai US$ 1.197 per ton. Harga ini cenderung meningkat dibandingkan tahun lalu.

Namun analis mengakui UNVR memiliki konsumen loyal yang bersedia menanggung kenaikan harga. UNVR tidak pernah kesulitan menaikkan harga jual produknya.

Saham sudah mahal

Yohan menghitung, pendapatan UNVR tahun ini mencapai Rp 21,1 triliun. Jumlah ini naik 7,65% dari estimasi tahun lalu. Laba bersihnya juga diprediksi tumbuh 11,76% menjadi Rp 3,8 triliun. "Selain kontribusi konsumen yang sudah ada, penjualan UNVR ditopang oleh pelanggan baru," kata dia.

Lyana menaksir pendapatan UNVR sepanjang 2011 mencapai Rp 21,87 triliun, naik 9,83% dari tahun lalu. Laba bersihnya diperkirakan naik 9,92% menjadi Rp 3,644 triliun.

Meski kinerjanya tumbuh, harga saham UNVR dinilai kemahalan. Lyana menghitung rasio harga terhadap laba atau price to earning ratio (PER) UNVR sebesar 32,8 kali. Hitungan Yohan, PER UNVR tahun ini 33 kali. "Sebenarnya harga ini masih wajar mengingat UNVR selalu tepat waktu membagi dividen, tak punya utang dan pertumbuhannya positif," tutur Yohan.

Lyana merekomendasikan jual UNVR dengan target harga Rp 13.150 per saham. Yohan menyarankan tahan dengan target Rp 16.000 per saham. Adapun Bonny Budi Setiawan, analis UBS Securities, merekomendasikan netral dengan target Rp 15.800 per saham. Harga saham UNVR kemarin ditutup menurun 2,13% menjadi Rp 16.100 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini