Kenaikan iuran bukan solusi mengatasi defisit BPJS Kesehatan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Kesehatan Universitas Indonesia Budi Hidayat mengatakan, kenaikan tarif iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) belum tentu bisa menambal defisit BPJS Kesehatan yang sudah terjadi di tahun sebelumnya.

"Kalau seandainya ingin menambal defisit yang dulu, mau di-nolkan, belum semuanya. Ini kan bukan [solusi] jangka panjang," tutur Budi, Senin (7/10).

Baca Juga: Kemenkeu pastikan penyesuaian tarif program JKN tak melebihi usulan


Menurut Budi, ke depannya, masih ada kemungkinan penyesuaian  tarif program JKN kembali. Penyesuaian tarif tersebut untuk mengakomodir berbagai kenaikan harga layanan di sektor kesehatan.

Budi pun berpendapat, usulan kenaikan tarif program JKN oleh Kementerian Keuangan belum sesuai dengan perhitungan aktuaris. "Seharusnya lebih tinggi. Itu sudah dikompensasi," tambah Budi.

Sebelumnya, Kemenkeu elah mengusulkan tarif iuran JKN kelas I sebesar Rp 160.000 per bulan per orang, kelas II diusulkan sebesar Rp 110.000 per bulan per orang, dan kelas III Rp 42.000 per bulan per orang.

Sementara itu, BPJS Kesehatan telah memperkirakan defisit yang akan dialaminya tahun ini bisa mencapai Rp 32,48 triliun jika iuran program JKN tak disesuaikan dan upaya bauran kebijakan tidak diterapkan.

Baca Juga: Belanda janji akan jadikan isu sawit sebagai peluang

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris  menerangkan, defisit meningkat signifikan lantaran adanya gagal bayar sebesar Rp 9,1 triliun di 2018 yang dicarry over hingga 2019.

"Kalau sejak awal 2019 bauran kebijakan dijalankan, defisitnya bisa sekitar Rp 28 triliun. Tetapi dalam perjalannya kan bauran kebijakan tidak mudah dijalankan. Banyak proses sehingga proyeksinya akan defisit sekitar Rp 32,8 triliun," terang Fachmi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli