Kenaikan NJOP tanah akan membebani pengembang



JAKARTA. Pengembang harus bersiap mengantisipasi rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan menaikkan nilai jual obyek pajak (NJOP) atas tanah menjadi 140 hingga 200 persen. Pasalnya, kenaikan tersebut akan diberlakukan tahun ini, saat situasi ekonomi dan bisnis properti sedang tidak kondusif. Pengembang beranggapan bahwa kenaikan NJOP seharusnya terjadi tiga atau empat tahun lalu, saat pertumbuhan bisnis dan industri properti tengah melesat. Jika dilakukan sekarang, yang ada hanya akan membuat beban perusahaan membengkak, margin menipis, dan properti tidak terserap maksimal. Menurut Direktur Utama PT Summarecon Agung Tbk Johannes Mardjuki, kenaikan NJOP tanah yang akan dilakukan tahun ini, saat situasi ekonomi dan bisnis sedang tidak kondusif, sangat memberatkan dan memengaruhi margin usaha perseroan secara signifikan. "Margin usaha menjadi kian tipis karena NJOP akan menjadi beban, bahkan menambah beban perusahaan (cost of land). Jika beban ini dialihkan kepada konsumen berupa kenaikan harga jual properti, maka tidak mungkin. Pasar tidak akan menyerap maksimal," papar Johannes kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (17/1/2014). Oleh karena itu, Johannes berharap, kalaupun dinaikkan, hal itu dilakukan secara bertahap. Selain itu, Pemprov DKI juga harus mengubah atau melonggarkan plot ratio (koefisien lantai bangunan) di lahan yang akan mereka kembangkan menjadi enam, dari sebelumnya tiga. Semakin tinggi bangunan, ongkos konstruksinya akan semakin efisien dan murah. Sebagai informasi, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berencana menaikkan NJOP atas tanah sebesar 140 hingga 200 persen pada 2014. "Tahun ini pasti ada kenaikan NJOP karena selama empat tahun tidak pernah ada kenaikan," kata Basuki di Balaikota DKI Jakarta, Rabu (8/1/2014). Pria yang akrab disapa Ahok itu menyatakan, besaran NJOP yang tidak pernah meningkat selama empat tahun tidak sesuai dengan fakta bahwa harga pasar sudah melonjak cukup signifikan. Ia menilai bahwa NJOP yang ideal haruslah mendekati harga pasar. Apabila NJOP tidak dinaikkan, maka hal itu berpotensi memberi kerugian bagi negara. Analis Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, juga mengatakan, kenaikan NJOP di DKI Jakarta merupakan hal yang wajar dan tidak perlu dibesar-besarkan. Naiknya NJOP tidak akan secara langsung menaikkan harga rumah secara signifikan. Ini karena variabel pajak dalam harga jual masih merupakan variabel yang tidak dominan. Hal itu berbeda bila dibandingkan dengan kenaikan TDL listrik, biaya semen, dan UMR. "Meski demikian, hal ini akan berdampak bagi para pengembang yang masih memiliki land bank cukup besar. Dengan kenaikan NJOP, maka naik pula kewajiban pembayaran pajak dari tanah-tanah yang belum dibangun tersebut, yang menyebabkan cost of land menjadi tinggi. Hal ini yang biasanya dibebankan kepada konsumen melalui kenaikan harga jual," imbuh Ali. (Hilda B.Alexander)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dikky Setiawan