KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memburuknya kualitas kredit turut menimpa industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR), baik itu konvensional maupun syariah. Terlebih, kualitas kredit untuk segmen UMKM yang akhirnya membuat beberapa BPR kian waspada terhadap segmen tersebut. Memang, jika melihat data Bank Indonesia (BI), NPL UMKM untuk industrri BPR per Maret 2024 telah mencapai 14,36%. Angka tersebut naik jika dibandingkan posisi Maret 2023 maupun akhir 2023, masing-masing di level 11,58% dan 13,12%. Sejalan dengan itu, kredit BPR di sektor UMKM pun konsisten melambat sejak awal tahun. Per Maret 2024 saja, pertumbuhannya hanya sekitar 10,36%, dibandingkan periode sama di tahun yang sebelumnya bisa mencapai 14,05%.
Direktur Utama PT BPR Syariah (BPRS) Artha Madani Cahyo Kartiko membenarkan bahwa kredit UMKM ini sejatinya belum benar-benar pulih pasca pandemi Covid-19. Alhasil, saat relaksasi restrukturisasi dicabut, itu sangat berdampak pada kenaikan kualitas kredit di industri BPR. Namun, ia sependapat bahwa memang tak bisa relaksasi seperti restrukturisasi tersebut dilanggengkan secara umum. Sehingga, memang perlu dilihat satu per satu, UMKM yang memang benar-benar tidak bisa pulih meskipun setelah berusaha mungkin.
Baca Juga: Agar Tak Memperburuk Reputasi BPR, OJK Akan Memperketat Aturan IPO BPR Di sisi lain, Cahyo juga melihat bahwa sektor UMKM memang rawan adanya penyalahgunaan dana yang didapat dari kredit. Alih-alih mengembangkan usahanya, uang yang didapat dari kredit justru digunakan untuk kepentingan lainnya. Menurutnya, hal tersebut menjadi peluang bagi BPRS yang bisa saja memberikan kredit ke UMKM tidak dalam bentuk uang, melainkan barang dan jasa. Namun, ia menyadari bahwa itu tantangan yang berat untuk memberikan edukasi kepada konsumen. “Kadang mereka tidak mau karena membandingkan dengan yang konvensional yang masih ngasih dalam bentuk uang. Karena ada fleksibilitas kalau dalam bentuk uang gitu,” ujarnya. Sebagai informasi, saat ini BPRS Artha Madani sudah menghentikan penyaluran kredit UMKM kepada nasabah baru. Itu terlihat dari portofolio kredit yang sebelumnya bisa 60% kini hanya sekitar 15% dari total kredit per Kuartal I-2024 yang senilai Rp 357,53 miliar. “Kami sedang mencari model yang lebih baik. Jangan sampai ikut-ikutan bermasalah nanti,” ujarnya. Sebagai informasi, NPL Gross yang dimiliki BPRS Artha Madani saat ini berada di level 2,7% dan NPL Net berada di level 1,7%. Cahyo pun menyebut angka NPL tersebut masih tergolong stabil dari periode sama tahun sebelumnya. Sementara itu,
Direktur Utama BPR Hasamitra I Nyoman Supartha mengungkapkan bahwa kualitas kredit UMKM yang dimiliki oleh BPR Hasamitra tidak banyak yang terdampak pandemi. Alhasil, debitur yang perlu direstrukturisasi pun tak banyak. “Jadi gak ada pengaruh dengan dampak dicabutnya aturan relaksasi oleh OJK,” ujarnya.
Baca Juga: Bank Jateng Resmi Jadi Bank Kustodian ke-26, Targetkan Pembukaan 50 Rekening Baru Ia pun merinci NPL bruto BPR Hasamitra pada posisi Desember 2023 ada di angka 2,44%. Angka tersebut tercatat mengalami penurunan jika melihat posisi Mei 2024 yang ada di level 2,35%. Ia pun bilang antisipasi NPL naik adalah dengan cara menyalurkan kredit yang berkualitas tanpa mengejar kuantitas. Artinya, harus sesuai dengan prinsip pemberian kredit yang sehat alias tetap prudent.
“Tujuan penggunaan kredit kami harus jelas, wajib terhindar dari nasabah yang spekulasi, misalnya digunakan untuk judi online,” tambahnya. Sementara itu,
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat (Perbarindo), Tedy Alamsyah mengungkapkan bahwa dengan berakhirnya relaksasi restrukturisasi, BPR melakukan penyesuaian kualitas berdasar hasil asesmen debitur terdampak Covid-19 yang menyebabkan kenaikan NPL di industri. Ia pun menambahkan bahwa dampak Covid-19 sampai dengan saat ini sepenuhnya belum pulih bagi sektor UMKM. Artinya, bagi UMKM tersebut masih membutuhkan waktu untuk recovery. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari