KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 50 basis points (bps) menjadi 5,25% di luar prediksi para ekonom. Pasalnya, para ekonom memprediksi kenaikan hanya 25 bps saja. Keputusan bank sentral itu membawa kekhawatiran. Kenaikan bunga bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi semester II-2018. Tekanan ke ekonomi masih besar walau BI memberikan relaksasi Loan to Value Ratio (LTV) properti. Dengan relaksasi LTV, BI yakin bisa menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional dan stabilitas sistem keuangan. Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menilai, pelonggaran LTV di sektor properti seperti ditawarkan oleh BI, belum cukup mampu mengompensasi kenaikan bunga sebesar 0,5% tersebut.
Meski besaran kenaikan bunga seimbang dengan pelemahan nilai tukar rupiah hingga ke level Rp 14.400 per dollar AS, namun kenaikan suku bunga akan membuat konsumsi masyarakat makin rendah. "Masalahnya gairah belanja sedang rendah. Sebenarnya daya beli ada, tapi mereka sengaja mengerem konsumsi untuk berjaga-jaga kalau-kalau perekonomian memburuk," kata Tony kepada KONTAN, Jumat (29/6) lalu.