JAKARTA. Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemkeu) menginginkan adanya kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10,2% pada awal tahun 2015. Kenaikan tarif ini ditargetkan bisa diputuskan pada awal Oktober. Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan DJBC Susiwijono Moegiarso mengatakan saat ini pihak DJBC bersama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan otoritas terkait seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian sedang melakukan pembahasan. Sebenarnya, otoritas untuk menaikkan tarif cukai berdasarkan Undang Undang Cukai berada di bawah kewenangan Menteri Keuangan, namun perlu ada pembahasan dari sisi industri. Menurut Susiwijono, menaikkan tarif cukai rokok harus melihat beberapa komponen yang menjadi bahan pertimbangan. Ada komponen kesehatan yaitu perlindungan masyarakat, lingkungan hidup, sektor industri yaitu tenaga kerja dan ril serta komponen bea cukai sendiri untuk penerimaan. Titik temu kenaikan yang cocok untuk mengakomodir berbagai komponen tersebut masih terus berlangsung. Jangan sampai kenaikan sebesar 10,2% yang diinginkan oleh bea cukai memberatkan kalangan industri. Kalau dari sisi kesehatan tentu kenaikan tarif cukai rokok yang setinggi-tingginya akan baik karena bisa menekan angka kematian. "Secara prinsip sudah bertemu. Target minggu pertama Oktober sudah selesai," ujar Susiwijono, Rabu (1/10). Mengenai apakah tarif kenaikan yang disepakati sesuai dengan keinginan DJBC, dirinya masih menolak memberi tahu. Hanya saja, tipe rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) adalah golongan rokok yang akan mengalami kenaikan paling besar. Golongan ini adalah industri skala besar yang produksinya di atas dua miliar batang dalam setahun. Sementara itu, golongan Sigaret Kretek Tangan (SKT) akan mengalami kenaikan relatif kecil. Nah, rata-rata kenaikan berbagai golongan rokok yang diajukan bea cukai adalah 10,2%. Asal tahu saja, selama beberapa tahun terakhir tarif cukai rokok mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 sebesar 16%, tahun 2012 sebesar 6,5%, dan tahun 2013 sebesar 8,5%. Perhitungan bea cukai, apabila tarif cukai rokok jadi dinaikkan sebesar 10,2% maka pada penerimaan cukai tahun depan bisa mencapai Rp 130 triliun. Sekedar gambaran saja, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 DJBC dimandatkan target penerimaan sebesar Rp 178,3 triliun atau naik Rp 800 miliar dari RAPBN yang sebesar Rp 177,5 triliun. Untuk cukai sendiri ditargetkan penerimaan sebesar Rp 126,7 triliun. Untuk mengejar penerimaan tahun depan, bea cukai akan fokus pada sektor tembakau. Direktur Cukai Muhamad Purwantoro menjelaskan tarif cukai alkohol tidak akan naik. Siklus kenaikan tarif alkohol biasanya tiap dua tahunan. Tarif alkohol sudah naik tahun ini dan kenaikannya hampir 50%. Karena itu, untuk menaikkan kembali tarif alkohol pada tahun depan belum menjadi pilihan bea cukai. "Fokus pada tembakau dulu," terangnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kenaikan tarif cukai rokok 10,2% segera diputuskan
JAKARTA. Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemkeu) menginginkan adanya kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10,2% pada awal tahun 2015. Kenaikan tarif ini ditargetkan bisa diputuskan pada awal Oktober. Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan DJBC Susiwijono Moegiarso mengatakan saat ini pihak DJBC bersama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan otoritas terkait seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian sedang melakukan pembahasan. Sebenarnya, otoritas untuk menaikkan tarif cukai berdasarkan Undang Undang Cukai berada di bawah kewenangan Menteri Keuangan, namun perlu ada pembahasan dari sisi industri. Menurut Susiwijono, menaikkan tarif cukai rokok harus melihat beberapa komponen yang menjadi bahan pertimbangan. Ada komponen kesehatan yaitu perlindungan masyarakat, lingkungan hidup, sektor industri yaitu tenaga kerja dan ril serta komponen bea cukai sendiri untuk penerimaan. Titik temu kenaikan yang cocok untuk mengakomodir berbagai komponen tersebut masih terus berlangsung. Jangan sampai kenaikan sebesar 10,2% yang diinginkan oleh bea cukai memberatkan kalangan industri. Kalau dari sisi kesehatan tentu kenaikan tarif cukai rokok yang setinggi-tingginya akan baik karena bisa menekan angka kematian. "Secara prinsip sudah bertemu. Target minggu pertama Oktober sudah selesai," ujar Susiwijono, Rabu (1/10). Mengenai apakah tarif kenaikan yang disepakati sesuai dengan keinginan DJBC, dirinya masih menolak memberi tahu. Hanya saja, tipe rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) adalah golongan rokok yang akan mengalami kenaikan paling besar. Golongan ini adalah industri skala besar yang produksinya di atas dua miliar batang dalam setahun. Sementara itu, golongan Sigaret Kretek Tangan (SKT) akan mengalami kenaikan relatif kecil. Nah, rata-rata kenaikan berbagai golongan rokok yang diajukan bea cukai adalah 10,2%. Asal tahu saja, selama beberapa tahun terakhir tarif cukai rokok mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 sebesar 16%, tahun 2012 sebesar 6,5%, dan tahun 2013 sebesar 8,5%. Perhitungan bea cukai, apabila tarif cukai rokok jadi dinaikkan sebesar 10,2% maka pada penerimaan cukai tahun depan bisa mencapai Rp 130 triliun. Sekedar gambaran saja, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 DJBC dimandatkan target penerimaan sebesar Rp 178,3 triliun atau naik Rp 800 miliar dari RAPBN yang sebesar Rp 177,5 triliun. Untuk cukai sendiri ditargetkan penerimaan sebesar Rp 126,7 triliun. Untuk mengejar penerimaan tahun depan, bea cukai akan fokus pada sektor tembakau. Direktur Cukai Muhamad Purwantoro menjelaskan tarif cukai alkohol tidak akan naik. Siklus kenaikan tarif alkohol biasanya tiap dua tahunan. Tarif alkohol sudah naik tahun ini dan kenaikannya hampir 50%. Karena itu, untuk menaikkan kembali tarif alkohol pada tahun depan belum menjadi pilihan bea cukai. "Fokus pada tembakau dulu," terangnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News