KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial (PPKJS) Universitas Indonesia Renny Nurhasana mengatakan meski pemerintah sudah menjalankan komitmennya menaikkan tarif cukai rokok dengan rerata tertimbang 12,5%, namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan demi menekan tingkat prevalensi perokok anak dan perempuan. Menurutnya, meski tarif cukai naik, pemerintah belum berani melaksanakan wajana simplifikasi tarif cukai rokok sebagaimana tertuang dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2020-2024. Buktinya, kebijakan cukai 2021 masih mengusung sepuluh layer rokok. Setali tiga uang, Renny menilai apabila penyederhanaan struktur tarif cukai rokok tidak dijalankan, maka pengendalian konsumsi rokok bakal sulit. Sementara, penjualan rokok ketengan masih marak terjadi. Sehingga, berapa pun kenaikan harga per bungkus rokok, perokok anak masih bisa menjangkaunya.
Kenaikan tarif cukai rokok dinilai tak cukup untuk menekan prevalensi perokok
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial (PPKJS) Universitas Indonesia Renny Nurhasana mengatakan meski pemerintah sudah menjalankan komitmennya menaikkan tarif cukai rokok dengan rerata tertimbang 12,5%, namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan demi menekan tingkat prevalensi perokok anak dan perempuan. Menurutnya, meski tarif cukai naik, pemerintah belum berani melaksanakan wajana simplifikasi tarif cukai rokok sebagaimana tertuang dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2020-2024. Buktinya, kebijakan cukai 2021 masih mengusung sepuluh layer rokok. Setali tiga uang, Renny menilai apabila penyederhanaan struktur tarif cukai rokok tidak dijalankan, maka pengendalian konsumsi rokok bakal sulit. Sementara, penjualan rokok ketengan masih marak terjadi. Sehingga, berapa pun kenaikan harga per bungkus rokok, perokok anak masih bisa menjangkaunya.