JAKARTA. Pada Oktober ini pemerintah memastikan kenaikan tarif dasar listrik akan kembali diberlakukan. Kenaikan tarif sebesar 4,3% ini tidak berlaku untuk golongan pelanggan 450 VA dan 900 VA. Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai, kenaikan tarif listrik tersebut akan berpengaruh terhadap biaya operasional bank. "Kenaikan ini akan membuat biaya operasional naik lagi. Tetapi, kalau tidak dinaikkan, maka beban subsidinya agak besar. Artinya kemampuan debitur akan turun, apalagi bunga pinjaman akan naik. Maka akan bergeser ke konsumen naikkan harga, makronya kontribusi kepada inflasi," kata Sigit di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (3/10). Kendati kenaikan tarif listrik tersebut diproyeksi berpengaruh ke inflasi, namun Sigit meyakini tidak akan membawa imbas ke peningkatan rasio kredit bermasalah (NPL) perbankan. Sebab, debitur biasanya akan membebankan kenaikan tarif listrik kepada para konsumennya berupa kenaikan harga barang. Menurutnya, kenaikan akan berimbas pada harga ongkos produksi. Sehingga harga konsumsi yang akan dibebankan menjadi lebih tinggi. Catatan saja, sepanjang tahun 2013 ini pemerintah telah menetapkan total kenaikan tarif listrik sebesar 15% secara berkala dalam empat periode, yakni Januari, April, Juli, dan Oktober 2013. Pada periode Januari hingga Maret kemarin tarif listrik naik dari Rp 729 per kilo Watt hour (kWh) menjadi Rp 762 per kWh. Periode April-Juni 2013 menjadi Rp 798 kWh. Periode Juli-September tarif sebesar Rp 828 per kWh. Sedangkan periode Oktober-Desember menjadi Rp 857 per kWh.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kenaikan TDL berbuntut ke inflasi, bukan NPL
JAKARTA. Pada Oktober ini pemerintah memastikan kenaikan tarif dasar listrik akan kembali diberlakukan. Kenaikan tarif sebesar 4,3% ini tidak berlaku untuk golongan pelanggan 450 VA dan 900 VA. Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai, kenaikan tarif listrik tersebut akan berpengaruh terhadap biaya operasional bank. "Kenaikan ini akan membuat biaya operasional naik lagi. Tetapi, kalau tidak dinaikkan, maka beban subsidinya agak besar. Artinya kemampuan debitur akan turun, apalagi bunga pinjaman akan naik. Maka akan bergeser ke konsumen naikkan harga, makronya kontribusi kepada inflasi," kata Sigit di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (3/10). Kendati kenaikan tarif listrik tersebut diproyeksi berpengaruh ke inflasi, namun Sigit meyakini tidak akan membawa imbas ke peningkatan rasio kredit bermasalah (NPL) perbankan. Sebab, debitur biasanya akan membebankan kenaikan tarif listrik kepada para konsumennya berupa kenaikan harga barang. Menurutnya, kenaikan akan berimbas pada harga ongkos produksi. Sehingga harga konsumsi yang akan dibebankan menjadi lebih tinggi. Catatan saja, sepanjang tahun 2013 ini pemerintah telah menetapkan total kenaikan tarif listrik sebesar 15% secara berkala dalam empat periode, yakni Januari, April, Juli, dan Oktober 2013. Pada periode Januari hingga Maret kemarin tarif listrik naik dari Rp 729 per kilo Watt hour (kWh) menjadi Rp 762 per kWh. Periode April-Juni 2013 menjadi Rp 798 kWh. Periode Juli-September tarif sebesar Rp 828 per kWh. Sedangkan periode Oktober-Desember menjadi Rp 857 per kWh.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News