Kenaikan tinggi tembaga diincar profit taking



JAKARTA. Pasca koreksi beberapa waktu terakhir, harga tembaga terbang tinggi lebih dari 1,50% di akhir pekan lalu. Analis menduga bukan tidak mungkin harga tembaga masih bisa lanjutkan kenaikannya meski katalis negatif tetap membayangi pergerakan harga. Mengutip Bloomberg, Jumat (19/5) harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange melesat 1,83% ke level US$ 5.682 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Harga ini pun sudah terbang 2,20% dalam sepekan terakhir. Andri Hardianto, Research and Analyst PT Asia Tradepoint mengatakan kenaikan harga tembaga disebabkan oleh indeks manufaktur AS yang tumbuh ekspansif.

Dilaporkan index manufaktur Philadelphia AS April 2017 naik dari 22,0 menjadi 38,8. Faktor ini jelas membuat pelaku pasar menilai di masa depan permintaan komoditas logam industri seperti tembaga masih akan tertopang naik. "Tidak hanya itu pasar menduga juga ada potensi sektor bisnis dan manufaktur China akan kembali menggeliat dan mendukung permintaan naik lagi," papar Andri.

Hal ini bisa terjadi imbas dari kebijakan People's Bank of China yang menyuntikkan likuidasi melalui instrumen MTL. Apalagi jika berkaca dari pertumbuhan ekonomi China kuartal satu 2017 yang ekspansif maka hal ini besar kemungkinannya bisa berlanjut. Ia pun memperkirakan harga tembaga Senin (22/5) berpotensi lanjutkan kenaikan. "Permintaan dari sektor industri kendaraan listrik diperkirakan pun akan naik lagi maka untuk sementara katalis penopang harga tembaga masih positif," papar Andri.


Dijelaskan Ivan Glasenberg, CEO Glencore jika kendaraan konvensional membutuhkan sekitar 20 kg, sementara untuk kendaraan listrik maka kebutuhan tembaganya akan menjadi 3-4x lipat. "Masih tetap bisa naik hanya waspadai koreksi teknikal akibat profit taking akibat kenaikan tajam," tebak Andri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan