KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Usai dilantik sebagai presiden, Prabowo Subianto menghadapi tuntutan kenaikan upah bagi buruh yang diusulkan oleh serikat pekerja. Aksi demonstrasi akan dilaksanakan di seluruh Indonesia pada pekan ini, mulai 24 hingga 31 Oktober 2024. Ekonom dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, Eliza Mardian, menjelaskan bahwa kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) harus dipandang dari dua perspektif. Pertama, dari sisi pekerja, kenaikan UMP yang melebihi inflasi dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Dia mencatat bahwa sejak 2019, inflasi telah berada di atas rata-rata pertumbuhan upah, dengan inflasi berada di kisaran 2,59% dan pertumbuhan upah riil sebesar 2,55%.
Baca Juga: 10 Tahun Jokowi, Realisasi Investasi Meningkat tetapi Pekerja Informal Makin Banyak “Setelah pandemi covid-19 karena ada scarring effect, gap antara inflasi dan pertumbuhan upah riil semakin lebar. Pertumbuhan upah riil tertinggi di 2023 hanya mencapai 2,2%, sementara inflasinya mencapai 2,61%. Jika dirata-ratakan, pertumbuhan upah di semua sektor pada 2023 justru minus,” ujarnya. Eliza juga menyebutkan bahwa tuntutan buruh untuk kenaikan upah disebabkan oleh kurang efektifnya pemerintah dalam mengendalikan harga bahan pangan, yang menjadi pengeluaran terbesar bagi kelas menengah ke bawah. Pengeluaran masyarakat menengah dan bawah berkisar antara 54%-58% dan 60%-62% untuk bahan makanan. Kedua, Eliza menegaskan bahwa kenaikan UMP perlu dipertimbangkan dari sisi perusahaan. Kenaikan upah harus diimbangi dengan peningkatan produktivitas agar tidak membebani biaya operasional perusahaan.
Baca Juga: Prabowo Janji Kendorkan Ketentuan Perpajakan Perusahaan kecil, khususnya, akan kesulitan menyesuaikan kenaikan upah ini, sehingga dapat berakibat pada semakin menipisnya margin keuntungan. Eliza menambahkan bahwa untuk mencegah konflik antara perusahaan dan pekerja, pemerintah perlu menjaga stabilitas harga pangan dan meregulasi biaya sewa properti serta pendidikan yang semakin tinggi. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menegaskan bahwa demonstrasi ini bertujuan untuk menuntut kenaikan upah minimum sebesar 8% hingga 10% pada tahun 2025. Dalam konferensi pers daring, Iqbal mengatakan, "Tuntutan aksi hanya dua isu, yaitu menaikkan upah minimum 2025 sebesar 8% sampai dengan 10%."
Baca Juga: Buruh Kembali Tolak Rumus Kenaikan Upah 2025 Gunakan PP No.51/2023 KSPI juga meminta agar pemerintah tidak menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 untuk merumuskan kenaikan upah, karena peraturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yang masih dalam tahap uji materiil. "Isu kedua adalah cabut Omnibuslaw UU Ciptaker, terutama pada klaster ketenagakerjaan dan klaster di luar petani yang sedang diputuskan oleh hakim MK. Kami minta agar segera dicabut sesuai dengan hasil uji materiil yang sedang direview di MK," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli