KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan harga aset kripto yang dapat melesat tinggi tanpa batas, tetapi dapat juga terjun bebas menjadi ciri bahwa aset kripto merupakan instrumen spekulasi. Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seperti lembaga resmi dan bank sentral banyak negara lainnya juga memandang cryptocurrency sebagai spekulasi. Sebagai currency, aset kripto jelas tidak punya nilai fundamental jika tidak dapat diterima sebagai alat tukar resmi. Di sisi lain, aset kripto di Indonesia tergolong sebagai komoditas. Badan Pengawas Berjangka Komoditi (Bappebti) menyebut aset kripto sebagai aset yang dapat diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ).
Meski aset kripto dianggap instrumen spekulasi, Dimaz Ankaa Wijaya, peneliti blockchain di Deakin University, Australia mengatakan aset kripto juga dapat dianalisis secara fundamental terkait prospek kenaikan harganya di masa depan.
Baca Juga: Akhirnya, harga Bitcoin tembus US$ 40.000 terdorong faktor ini Indikator analisis fundamental yang pertama adalah informasi mengenai keunggulan teknologi dan fungsi dari koin kripto tersebut. "Saya cenderung melihat teknologi apa yang koin tersebut tawarkan, permasalahan apa bisa mereka selesaikan ketika menciptakan koin tersebut," kata Dimaz, Rabu (26/5). Salah satu koin kripto yang memiliki fundamental kuat dari sisi teknologi adalah ethereum. Dimaz mengatakan ethereum sudah dikenal cukup lama sebagai koin yang sukses banyak dimanfaatkan teknologinya untuk beragam jenis kegiatan. Hingga 2019, ethereum masih merajai sebagai platform pembuatan aplikasi desentralistik (dApp) dalam hal jumlah dan tingkat kegaiatan pengembang, berdasarkan laporan DappRadar. Saat itu tercatat ekosistem dApp berbasis blockchain ethereum naik 118% dengan nilai harian naik 166%. Alhasil, ethereum menjadi satu-satunya blockchain yang berhasil menumbuhkembangkan dApp di bidang keuangan desentralistik (DeFi), jual beli aset, permainan, aplikasi perjudian dan layanan investasi berisiko tinggi. Belum lama ini, ethereum juga terus melakukan inovasi tekonologi dengan meluncurkan ethereum versi 2.0. "Ethereum teknologinya terus berkembang, mereka sadar pada ethereum versi 1 memiliki kekurangan, lalu mereka kembangan, keaktifan pengembang ethereum memberi katalis positif untuk jangka panjang," kata Dimaz. Fundamental koin yang kuat juga bisa dilihat dari penggunaan teknologi koin tersebut secara luas tidak terbatas pada platform tertentu saja. Indikator analisa dalam memilih koin juga bisa dilihat dari faktor keunikan koin tersebut. Dimaz melihat koin binance unik. Binance memiliki teknologi yang serupa dengan ethereum tetapi binance Dimaz nilai unik karena berhasiil menarik pelaku pasar karena memiliki harga yang lebih rendah dari ethereum.
Baca Juga: Dekati US$ 40.000, harga Bitcoin dapat dorongan ekstra dari tweet terbaru Elon Musk "Bagi investor yang merasa biaya transaksi di ethereum mahal, mereka bisa beralih ke binance yang lebih murah, jadi uniknya binance bisa ambil ceruk pasar tersebut, meski secara teknologi tidak istimewa, faktor keunika bisa dipertimbangkan juga," kata Dimaz.
Selanjutnya, faktor likuiditas juga penting dilihat untuk menganalisa fundamental aset kripto. Selain ethereum yang memiliki likuiditas tinggu, tentunya bitcoin juga memiliki funademntal yang kuat. Ditambah, bitcoin juga tengah mengembangkan teknologi baru dalamm menyematkan smart kontak. Terakhir, tidak dipungkiri faktor keberuntungan juga mempengaruhi investor di pasar kripto. Maklum, bagaimanapun kinerja koin di masa sekarang tidak bisa mencerminkan kinerja di masa depan. Tren yang berkembang pesat, mengharuskan investor kripto bergerak lincah berpindah jika koin yang semula teknologinya diproyeksikan berkembang, ternyata tidak berkembang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi