Kencang nian laju bisnis baju balap



Naiknya pamor olah raga balap baik Moto GP maupun Formula 1 membuat permintaan aksesori dan baju balap meningkat. Walau penggemarnya tak sebanyak sepak bola, ini bisa menjadi peluang usaha yang bagus. Dalam sebulan seorang produsen bisa mengantongi Rp 30 juta dari bisnis baju balap.Dunia balap internasional, baik Moto GP, Formula 1, maupun World Rally Championship (WRC) memiliki penggemar fanatik. Itulah sebabnya berbagai perlengkapan, suvenir, dan merchandise berbau balap, seperti baju balap, banyak diburu masyarakat. Meningkatnya pemintaan kostum yang mencirikan identitas tim yang berlaga di lintasan sirkuit ini diakui oleh Achmad Saikhu. Achmad adalah pemilik Stracket, salah satu produsen kostum autosport di Malang, Jawa Timut.Achmad memulai usaha pembuatan baju balap sejak September 2010. Berawal dari kecintaannya terhadap dunia balap, dia kemudian memutuskan untuk beralih dari bisnis lamanya sebagai produsen raket badminton. "Pada awalnya saya mem-posting desain kostum balap ke website. Banyak yang berminat," ujar bapak berusia 43 tahun ini.Achmad mendapat pesanan baju balap pertama dari Spanyol. Saat itu sebanyak 78 kaus balap dipesan. Pesanan itu menjadi tonggak bisnis baju balap Stracket. Berangkat pesanan itu, saat ini Stracket sudah mampu memproduksi sekitar 500–700 unit baju balap per bulan. Tiap helai baju balapnya dijual dengan harga Rp 45.000 sampai Rp 70.000. Selain kaus, ia juga memproduksi kemeja dan jaket balap. "Kami berencana membuat produk turunannya seperti topi, syal, dan pin," tambahnya. Selain kostum MotoGP, dan Formula 1, ia juga menjual kostum World Rally Championship (WRC).Walau tak besar, Achmad mengaku memiliki pelanggan tetap dari Malaysia, Filipina, dan Brasil. Pesanan baju balap dari mancanegara itu menambah omzet penjualan dalam negeri. Dalam sebulan, ia mengaku, mampu mengantongi omzet penjualan mencapai Rp 30 juta. Ia yakin nilai omzet itu bakal terus naik di masa mendatang. Apalagi saat ini komunitas penggemar balap terus bermunculan, termasuk tumbuhnya klub-klub otomotif baik motor maupun mobil.Demi memacu omzet penjualan, Achmad aktif menggunakan situs jejaring sosial sebagai media pemasaran produknya. Tak hanya itu, dia juga terus mengembangkan variasi produk tak hanya baju balap. "Karena produk yang dijual sudah beraneka ragam, maka kami akan mengubah nama Stracket," ujarnya. Menurutnya, nama itu kurang representatif dengan apa yang dijual ke ke pelanggan.Walau optimistis dengan masa depan usaha, ia mengaku cemas dengan masuknya produk asal China ke pasar dalam negeri. Selain harus bersaing ketat dengan produk China, Achmad juga mengaku kesulitan mencari bahan baku yang kebanyakan masih impor.Yoga Wicaksono juga mencoba keberuntungan dengan berbisnis baju balap Moto GP di Bandung. Usaha yang dirintis setahun lalu ini memiliki merek Speedor Clothing.Ia tertantang mencoba bisnis kostum balap karena melihat pemainnya cukup sedikit. "Kebanyakan toko olah raga menjual kostum bola, lalu di mana jika kita ingin membeli kostum MotoGP?" ujarnya.Keinginannya terus membesar melihat kegiatan-kegiatan nonton bareng Moto GP yang dipenuhi pengunjung. Pengunjung yang datang biasanya selalu memakai pernak-pernik idola, baik berupa baju maupun perlengkapan lain. "Itu menjadi pertanda, olah raga ini banyak peminatnya," imbuhnya.Karena masih baru dalam bisnis ini, Yoga mengaku hanya mampu menjual 8 lusin kemeja dan kaos balap tiap bulan. Dari berbagai pembalap dunia, Valentino Rossi masih menjadi magnet yang membuat baju balapnya laku di pasaran, meski tak lagi jawara di MotoGP 2011. "Penggemar Rossi masih sangat banyak," kata Yoga. Baju balap produksi Speedor Clothing dijual dengan harga Rp 90.000–Rp 125.000. Dari penjualan itu, omzet Yoga mencapai Rp 12 juta per bulan. Tak hanya kota besar seperti Jakarta, pasar baju balap Yoga juga mencapai luar Pulau Jawa. Strategi pemasaran yang dilakukan Yoga, selain melalui internet juga juga memasarkan langsung dalam berbagai kegiatan olah raga, seperti acara car free day, dan di hari libur saat orang berolah raga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi