Para petani di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, memiliki hasil bumi andalan berupa kentang merah. Kentang ini lebih kaya karbohidrat dan zat besi. Petani menyukai budidayanya karena pemeliharaan yang simpel dan relatif tahan penyakit.Umbi kentang sudah menjadi bahan makanan yang akrab bagi masyarakat. Selain menjadi keripik, kentang bermanfaat sebagai pelengkap sayuran dan olahan makanan lain. Bahkan, di Eropa, kentang menjadi makanan pokok. Umumnya kentang yang kita kenal dan banyak beredar di pasaran adalah kentang berumbi putih kekuningan. Tapi, ada juga kentang berumbi merah. Kentang jenis ini kulitnya berwarna merah, tapi dagingnya berwarna kuning.Kentang merah mengandung karbohidrat yang lebih banyak dan berkadar air lebih rendah. Ini membuat olahan kentang menjadi keripik atau makanan lain akan lebih gurih dan lezat. Dari sisi pembudidayaan, kentang merah lebih tahan terhadap hama atau penyakit. Asyiknya, petani bisa menanam kentang merah, baik di dataran medium hingga tinggi.Meski memiliki keunggulan, saat ini produksi kentang merah masih terbatas. Budidaya kentang merah berlokasi di wilayah Pegunungan Dieng, Jawa Tengah, dan Bengkulu. Di Bengkulu, kentang merah ini mulai menjadi unggulan hasil pertanian. Para petani di tiga kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong giat membudidayakannya sejak beberapa tahun terakhir ini.Ketua Kelompok Tani Karya Bakti di Kecamatan Selupu Rejang Ferizal menuturkan, 10 tahun silam petani mencoba menanam kentang umbi kuning dan hortikultura lain. Namun, upaya ini selalu gagal karena ketinggian lahan yang tidak cocok dan hama.Kegigihan mereka berbuah positif kala ada pelatihan dan ujicoba budi-daya kentang merah dari Dinas Pertanian setempat. "Ternyata berhasil, sehingga terus kami kembangkan hingga kini," ujar Ferizal. Saat ini, di Kecamatan Selupu Rejang saja ada sekitar 16 kelompok tani yang menanam kentang merah. Ferizal bersama 14 petani lainnya mengerjakan satu hektare lahan budidaya kentang merah. Yang membuat petani senang membudidayakan kentang merah itu lantaran perawatannya tidak ru-mit. Penanaman bibit kentang sampai panen memakan waktu 100-130 hari. Saat penanaman yang baik itu ketika curah hujan tidak terlalu tinggi. Bibit yang sudah bertunas ditimbun dengan tanah hingga menutupi sebagian umbi. Selanjutnya, sedikit demi sedikit umbi bibit ditimbun dengan tanah. Hingga saat usia bibit enam minggu, sudah bisa ditutupi semua bagiannya dengan tanah dan tersisa tunasnya di permukaan tanah.Pemupukan awal menggunakan pupuk kandang, dan empat kali pemupukan susulan sampai masa panen. Penyemprotan fungisida dilakukan jika tanaman terserang hama saja, seperti jamur pada daun dan orong-orong. "Kami tak perlu menyiram karena di sini dingin dan mengandalkan curah hujan," jelas Ferizal. Panen kentang biasa berlangsung tiga kali setahun. Namun, penanaman bibit antar-anggota kelompok tidak berbarengan. Sekali panen, kelompok ini menghasilkan 15 ton dari setengah hektare lahan. Keseluruhan, petani se-Kabupaten Rejang Lebong menghasilkan 40-50 ton kentang sekali musim panen. Karena itu, Kabupaten Rejang Lebong tak lagi membutuhkan pasokan kentang dari luar daerahnya. Bahkan, kentang produksi mereka di pasarkan di seputar provinsi Bengkulu dan Palembang. Jual bibit juga mendatangkan untungGeliat budidaya kentang merah di Rejang Lebong sudah mulai terlihat. Kelompok Tani Karya Bakti sudah menghasilkan sekitar 15 ton sekali panen. Sayang, upaya ini belum mendapat dukungan berupa pemasaran yang baik. Ketua Kelompok Tani Karya Bakti Ferizal mengaku pemasaran kentang sejauh ini masih mengandalkan tengkulak. Harga jualnya hanya Rp 3.500 per kilogram (kg). Padahal, harga di tingkat konsumen mencapai Rp 5.000 per kg. Makanya, Ferizal berharap, dengan semakin besar kapasitas produksinya dan produk yang semakin dikenal, pemasaran bisa lebih meluas. "Tentu dengan harga jual di tingkat petani lebih tinggi," kata Ferizal. Untungnya, kelompok tani ini tak hanya menjual hasil panennya sebagai kentang konsumsi. Ferizal mengatakan hanya menjual 70% hasil panen saja. Sisanya, setelah melewati hasil seleksi, menjadi bibit buat penanaman kentang merah selanjutnya.Usaha penyediaan bibit ini lantaran kebutuhan bibit kentang merah masih sangat besar. Apalagi di Kecamatan Selupu Rejang belum ada penghasil bibit kentang merah. "Kendala para petani di Rejang Lebong adalah sulitnya mendapat bibit. Makanya kami mengusahakan bibit selain menjual kentang konsumsi," kata Ferizal.Karya Bakti bisa menghasilkan bibit kentang merah sekitar 4.500 kg tiap kali panen. Setelah dikurangi kebutuhan bibit untuk anggota kelompok tani ini sebesar 400 kg, mereka melego 4.100 kg bibit kentang merah ke pasaran. Jumlah ini tak memenuhi kebutuhan. Ferizal bilang, tiap kelompok tani butuh 200 kg bibit untuk sekali musim tanam. Padahal, ada 16 kelompok tani di Kecamatan Selupu Rejang. Tak pelak, para petani di sini harus rela berbagi rata bibit yang ada.Bibit kentang merah yang bagus itu adalah umbi yang memiliki permukaan halus dan mungil, berbobot 50 gram. Ferizal menjual bibit kentang merah seharga Rp 7.500 - Rp 8.000 per kg. Dari penjualan bibit, Kelompok Tani Karya Bakti mengantongi omzet Rp 30,7 juta setiap kali panen. Adapun omzet penjualan kentang konsumsi mencapai Rp 36,7 juta. Ferizal mengakui menjual kentang konsumsi maupun bibit sama-sama menguntungkan. Tapi, pria yang juga menjadi Koordinator Agribinsis Mandiri (AGRIN) Provinsi Bengkulu ini mengatakan, untung menjual kentang konsumsi lebih besar dari bibit. Marjin keuntungan menjual kentang konsumsi itu mencapai 40%. "Untung menjual bibit hanya 20% karena ada biaya dari pasca panen sampai menjadi bibit," kata Ferizal.Proses pembuatan bibit itu dengan cara mengangin-anginkan umbi kentang di tempat teduh pasca panen. Setelah satu minggu, tunas akan muncul pada umbi. Agar tak terserang jamur, pembibit memberi fungisida pada bibit itu. Seminggu kemudian, saat tunas mulai membesar, bibit siap dijual.Petani tak bisa langsung menanam bibit yang sudah bertunas ini. Petani harus membuang dulu tunas pertama dan membiarkan tunas kedua muncul. Lalu mereka membuangnya lagi hingga tumbuh tunas ketiga, saat itulah umbi layak tanam. Ke depan, AGRIN akan melakukan pelatihan membuat bibit untuk mencukupi kebutuhan bibit dan agar mereka tak tergantung pada kelompok tani tertentu.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kentang merah, hasil bumi andalan Rejang Lebong
Para petani di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, memiliki hasil bumi andalan berupa kentang merah. Kentang ini lebih kaya karbohidrat dan zat besi. Petani menyukai budidayanya karena pemeliharaan yang simpel dan relatif tahan penyakit.Umbi kentang sudah menjadi bahan makanan yang akrab bagi masyarakat. Selain menjadi keripik, kentang bermanfaat sebagai pelengkap sayuran dan olahan makanan lain. Bahkan, di Eropa, kentang menjadi makanan pokok. Umumnya kentang yang kita kenal dan banyak beredar di pasaran adalah kentang berumbi putih kekuningan. Tapi, ada juga kentang berumbi merah. Kentang jenis ini kulitnya berwarna merah, tapi dagingnya berwarna kuning.Kentang merah mengandung karbohidrat yang lebih banyak dan berkadar air lebih rendah. Ini membuat olahan kentang menjadi keripik atau makanan lain akan lebih gurih dan lezat. Dari sisi pembudidayaan, kentang merah lebih tahan terhadap hama atau penyakit. Asyiknya, petani bisa menanam kentang merah, baik di dataran medium hingga tinggi.Meski memiliki keunggulan, saat ini produksi kentang merah masih terbatas. Budidaya kentang merah berlokasi di wilayah Pegunungan Dieng, Jawa Tengah, dan Bengkulu. Di Bengkulu, kentang merah ini mulai menjadi unggulan hasil pertanian. Para petani di tiga kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong giat membudidayakannya sejak beberapa tahun terakhir ini.Ketua Kelompok Tani Karya Bakti di Kecamatan Selupu Rejang Ferizal menuturkan, 10 tahun silam petani mencoba menanam kentang umbi kuning dan hortikultura lain. Namun, upaya ini selalu gagal karena ketinggian lahan yang tidak cocok dan hama.Kegigihan mereka berbuah positif kala ada pelatihan dan ujicoba budi-daya kentang merah dari Dinas Pertanian setempat. "Ternyata berhasil, sehingga terus kami kembangkan hingga kini," ujar Ferizal. Saat ini, di Kecamatan Selupu Rejang saja ada sekitar 16 kelompok tani yang menanam kentang merah. Ferizal bersama 14 petani lainnya mengerjakan satu hektare lahan budidaya kentang merah. Yang membuat petani senang membudidayakan kentang merah itu lantaran perawatannya tidak ru-mit. Penanaman bibit kentang sampai panen memakan waktu 100-130 hari. Saat penanaman yang baik itu ketika curah hujan tidak terlalu tinggi. Bibit yang sudah bertunas ditimbun dengan tanah hingga menutupi sebagian umbi. Selanjutnya, sedikit demi sedikit umbi bibit ditimbun dengan tanah. Hingga saat usia bibit enam minggu, sudah bisa ditutupi semua bagiannya dengan tanah dan tersisa tunasnya di permukaan tanah.Pemupukan awal menggunakan pupuk kandang, dan empat kali pemupukan susulan sampai masa panen. Penyemprotan fungisida dilakukan jika tanaman terserang hama saja, seperti jamur pada daun dan orong-orong. "Kami tak perlu menyiram karena di sini dingin dan mengandalkan curah hujan," jelas Ferizal. Panen kentang biasa berlangsung tiga kali setahun. Namun, penanaman bibit antar-anggota kelompok tidak berbarengan. Sekali panen, kelompok ini menghasilkan 15 ton dari setengah hektare lahan. Keseluruhan, petani se-Kabupaten Rejang Lebong menghasilkan 40-50 ton kentang sekali musim panen. Karena itu, Kabupaten Rejang Lebong tak lagi membutuhkan pasokan kentang dari luar daerahnya. Bahkan, kentang produksi mereka di pasarkan di seputar provinsi Bengkulu dan Palembang. Jual bibit juga mendatangkan untungGeliat budidaya kentang merah di Rejang Lebong sudah mulai terlihat. Kelompok Tani Karya Bakti sudah menghasilkan sekitar 15 ton sekali panen. Sayang, upaya ini belum mendapat dukungan berupa pemasaran yang baik. Ketua Kelompok Tani Karya Bakti Ferizal mengaku pemasaran kentang sejauh ini masih mengandalkan tengkulak. Harga jualnya hanya Rp 3.500 per kilogram (kg). Padahal, harga di tingkat konsumen mencapai Rp 5.000 per kg. Makanya, Ferizal berharap, dengan semakin besar kapasitas produksinya dan produk yang semakin dikenal, pemasaran bisa lebih meluas. "Tentu dengan harga jual di tingkat petani lebih tinggi," kata Ferizal. Untungnya, kelompok tani ini tak hanya menjual hasil panennya sebagai kentang konsumsi. Ferizal mengatakan hanya menjual 70% hasil panen saja. Sisanya, setelah melewati hasil seleksi, menjadi bibit buat penanaman kentang merah selanjutnya.Usaha penyediaan bibit ini lantaran kebutuhan bibit kentang merah masih sangat besar. Apalagi di Kecamatan Selupu Rejang belum ada penghasil bibit kentang merah. "Kendala para petani di Rejang Lebong adalah sulitnya mendapat bibit. Makanya kami mengusahakan bibit selain menjual kentang konsumsi," kata Ferizal.Karya Bakti bisa menghasilkan bibit kentang merah sekitar 4.500 kg tiap kali panen. Setelah dikurangi kebutuhan bibit untuk anggota kelompok tani ini sebesar 400 kg, mereka melego 4.100 kg bibit kentang merah ke pasaran. Jumlah ini tak memenuhi kebutuhan. Ferizal bilang, tiap kelompok tani butuh 200 kg bibit untuk sekali musim tanam. Padahal, ada 16 kelompok tani di Kecamatan Selupu Rejang. Tak pelak, para petani di sini harus rela berbagi rata bibit yang ada.Bibit kentang merah yang bagus itu adalah umbi yang memiliki permukaan halus dan mungil, berbobot 50 gram. Ferizal menjual bibit kentang merah seharga Rp 7.500 - Rp 8.000 per kg. Dari penjualan bibit, Kelompok Tani Karya Bakti mengantongi omzet Rp 30,7 juta setiap kali panen. Adapun omzet penjualan kentang konsumsi mencapai Rp 36,7 juta. Ferizal mengakui menjual kentang konsumsi maupun bibit sama-sama menguntungkan. Tapi, pria yang juga menjadi Koordinator Agribinsis Mandiri (AGRIN) Provinsi Bengkulu ini mengatakan, untung menjual kentang konsumsi lebih besar dari bibit. Marjin keuntungan menjual kentang konsumsi itu mencapai 40%. "Untung menjual bibit hanya 20% karena ada biaya dari pasca panen sampai menjadi bibit," kata Ferizal.Proses pembuatan bibit itu dengan cara mengangin-anginkan umbi kentang di tempat teduh pasca panen. Setelah satu minggu, tunas akan muncul pada umbi. Agar tak terserang jamur, pembibit memberi fungisida pada bibit itu. Seminggu kemudian, saat tunas mulai membesar, bibit siap dijual.Petani tak bisa langsung menanam bibit yang sudah bertunas ini. Petani harus membuang dulu tunas pertama dan membiarkan tunas kedua muncul. Lalu mereka membuangnya lagi hingga tumbuh tunas ketiga, saat itulah umbi layak tanam. Ke depan, AGRIN akan melakukan pelatihan membuat bibit untuk mencukupi kebutuhan bibit dan agar mereka tak tergantung pada kelompok tani tertentu.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News