Keok melawan mata uang dunia, dolar AS menghadapi banyak tantangan

Keok melawan mata uang dunia, dolar AS menghadapi banyak tantangan


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cenderung melemah terhadap major currency sepanjang 2020, dolar Amerika Serikat (AS) masih menghadapi banyak tantangan hingga akhir tahun. 

Indeks dolar yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia Senin (7/9) sore berada di 93,05, menguat dari 92,72 pada pekan lalu. Indeks dolar melemah 3,46% sejak awal tahun.

Pelemahan dolar AS paling dalam tampak pada pasangan AUDUSD sepanjang Agustus 2020, yakni melemah 3,26% di level 0,7376 pada 31 Agustus 2020. Pelemahan selanjutnya tampak pada pasangan GBPUSD sebanyak 2,17% dan ditutup pada level 1,3370. 


Selanjutnya, dolar AS juga melemah 1,34% ke level 1,1936 pada EURUSD di akhir Agustus lalu. Sedangkan untuk pasangan USDJPY, mata uang the greenback berhasil menguat tipis 0,07% ke level 105,91 pada akhir Agustus 2020.

Baca Juga: Rupiah ditutup menguat tipis 0,07% ke Rp 14.740 per dolar AS pada Senin (7/9)

Analis PT Solidgold Berjangka Sunarti menjelaskan, dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang utama dunia karena pelonggaran moneter yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) untuk menopang perekonomian AS akibat dampak dari pandemi Covid-19. 

Dolar AS sempat menguat setelah laporan menunjukkan data ketenagakerjaan yang lebih baik dari perkiraan pasar. Namun, hal tersebut tampaknya bersifat jangka pendek karena investor kembali menimbang rencana pelonggaran moneter yang sudah diumumkan The Fed pada pekan sebelumnya.

Selain itu, Sunarti menilai pergerakan dolar AS masih berpotensi melemah seiring dengan liburnya pasar AS dalam rangka memperingati Hari Buruh (Labor Day). Adapun beberapa faktor yang dapat memberikan sentimen pasar dan berpotensi mempengaruhi pergerakan dolar AS ke depan yakni, hasil rapat European Central Bank (ECB) yang akan membahas mengenai kebijakan ekonomi lanjutan. 

"Pelaku pasar akan mencermati apakah ECB yang akan mengucurkan stimulus tambahan untuk menggenjot inflasi dan meredam penguatan mata uang euro, menyusul pernyataan salah seorang petinggi ECB terkait kemungkinan tersebut," kata Sunarti.

Baca Juga: Harga emas spot masih bergerak turun di US$ 1.932,16 per ons troi

Apabila hasil rapat ECB dianggap lebih hawkish maka euro berpotensi menekan dolar AS lebih lanjut. Selain itu, negosiasi lanjutan Brexit antara Inggris dan Eropa juga berpotensi menjadi penggerak pasar mata uang pekan ini. 

Sebagai informasi, pejabat senior Inggris melihat kemungkinan akan adanya perjanjian perdagangan Brexit dengan Uni Eropa (UE) hanya 30%-40%, karena kebuntuan atas aturan bantuan negara. 

Meskipun begitu, Sunarti meyakini pembalikan tren dolar AS masih berpotensi terjadi dengan meningkatnya harapan pemulihan ekonomi global seiring kabar dari Lembaga US CDC yang menyatakan bahwa vaksin sudah siap didistribusikan pada awal November. 

Sementara itu, data ekonomi makro dari AS bakal menjadi perhatian pelaku pasar pekan ini, khususnya data consumer price index (CPI) dan producer price index (PPI). "Jika data tersebut lebih baik dari perkiraan maka dolar AS berpotensi untuk menguat, begitupun sebaliknya jika rilis data lebih buruk dari perkiraan pasar," pungkas Sunarti. 

Selanjutnya: Cadangan devisa Agustus 2020 catat rekor tertinggi sepanjang sejarah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati