JAKARTA. Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo mengatakan, kepailitan maskapai Batavia Airline ini sudah diprediksi sejak lama. Bahkan, tanda-tanda kepailitannya tersebut sudah terlihat sejak tahun lalu."Sebelum Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan untuk pailit, tanda-tanda kebangkrutan di Batavia tersebut sudah tercium sejak tahun lalu," kata Dudi kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (1/2).Tanda-tanda kepailitan tersebut adalah maskapai Batavia Airline telah memangkas frekuensi penerbangan dari semula 64 penerbangan sehari menjadi hanya 44 penerbangan sehari. Ini membuktikan bahwa ada rute yang tidak produktif sehingga memilih untuk tidak memakai rute tersebut.Selain itu, rute dari Indonesia ke China atau sebaliknya juga ditutup. Pihak maskapai malah tidak memberikan alasan yang jelas terkait penutupan rute tersebut. Padahal, rute ini juga cukup diminati karena harga tiket Batavia yang kompetitif.Di sisi lain, terjadi ketidakmampuan manajemen untuk mengelola keuangan, khususnya dalam hal sewa pesawat. Dari 14 pesawat yang dimilikinya saat ini, ternyata hanya tujuh pesawat yang dipakainya."Ini jelas salah manajemennya tidak mampu mengelola uang untuk sewa pesawat, sekaligus akan melayani rute mana saja yang akan menopang pendapatan perseroan," tambahnya.Artinya, manajemen tidak memiliki upaya untuk bisa menaikkan pendapatan meski pesawat Batavia Air ini dibeli dengan sistem sewa (leasing). Tidak seperti maskapai lain yang sudah bisa menghitung rute mana saja yang akan dilalui dan kebutuhan untuk menaikkan jumlah pesawatnya.Seperti diberitakan, maskapai penerbangan PT Metro Batavia (Batavia Air) diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Rabu (30/1). Pengadilan memutuskan pailit Batavia Air karena dinilai tak mampu membayar utang perjanjian sewa-menyewa pesawat dengan International Lease Finance Corporation (ILFC) sebesar 4,69 juta dollar AS. Utang yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012 tersebut tak kunjung dibayarkan oleh PT Batavia Air.Elly Simanjuntak, Manajer Humas Batavia Air, menjelaskan, keputusan pailit itu menyangkut ketertarikan Batavia Air mengambil pesawat jenis Airbus 330 untuk angkutan penerbangan jemaah haji. (Didik Purwanto/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kepailitan Batavia sudah diprediksi sejak lama
JAKARTA. Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo mengatakan, kepailitan maskapai Batavia Airline ini sudah diprediksi sejak lama. Bahkan, tanda-tanda kepailitannya tersebut sudah terlihat sejak tahun lalu."Sebelum Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan untuk pailit, tanda-tanda kebangkrutan di Batavia tersebut sudah tercium sejak tahun lalu," kata Dudi kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (1/2).Tanda-tanda kepailitan tersebut adalah maskapai Batavia Airline telah memangkas frekuensi penerbangan dari semula 64 penerbangan sehari menjadi hanya 44 penerbangan sehari. Ini membuktikan bahwa ada rute yang tidak produktif sehingga memilih untuk tidak memakai rute tersebut.Selain itu, rute dari Indonesia ke China atau sebaliknya juga ditutup. Pihak maskapai malah tidak memberikan alasan yang jelas terkait penutupan rute tersebut. Padahal, rute ini juga cukup diminati karena harga tiket Batavia yang kompetitif.Di sisi lain, terjadi ketidakmampuan manajemen untuk mengelola keuangan, khususnya dalam hal sewa pesawat. Dari 14 pesawat yang dimilikinya saat ini, ternyata hanya tujuh pesawat yang dipakainya."Ini jelas salah manajemennya tidak mampu mengelola uang untuk sewa pesawat, sekaligus akan melayani rute mana saja yang akan menopang pendapatan perseroan," tambahnya.Artinya, manajemen tidak memiliki upaya untuk bisa menaikkan pendapatan meski pesawat Batavia Air ini dibeli dengan sistem sewa (leasing). Tidak seperti maskapai lain yang sudah bisa menghitung rute mana saja yang akan dilalui dan kebutuhan untuk menaikkan jumlah pesawatnya.Seperti diberitakan, maskapai penerbangan PT Metro Batavia (Batavia Air) diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Rabu (30/1). Pengadilan memutuskan pailit Batavia Air karena dinilai tak mampu membayar utang perjanjian sewa-menyewa pesawat dengan International Lease Finance Corporation (ILFC) sebesar 4,69 juta dollar AS. Utang yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012 tersebut tak kunjung dibayarkan oleh PT Batavia Air.Elly Simanjuntak, Manajer Humas Batavia Air, menjelaskan, keputusan pailit itu menyangkut ketertarikan Batavia Air mengambil pesawat jenis Airbus 330 untuk angkutan penerbangan jemaah haji. (Didik Purwanto/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News