JAKARTA. Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Usaha Minyak dan Gas (BP Migas) R. Priyono pasrah dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menilai bahwa fungsi dan tugas lembaga yang dipimpinnya itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Priyono, BP Migas merupakan produk Undang-Undang Migas nomor 20 tahun 2001. Karena itu, produk dari UU Migas ini merupakan produk reformasi. Jika memang MK menginginkan produk UU Migas dikembalikan fungsi dan tugasnya sebelum masa reformasi, pihaknya tidak dapat mencegah hal tersebut. "Kalau memang mau dikembalikan ke sebelum reformasi, ya silakan saja. Saya sendiri secara pribadi hanya menjalankan tugas," ungkap Priyono di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/11). Priyono juga menjelaskan bahwa kontrak-kontrak investasi sektor migas yang telah dan akan berjalan dapat dianggap tidak sah atau ilegal, jika memang pemerintah memutuskan akan menjalankan keputusan MK ini. "Apapun yang sudah ditandatangani oleh BP Migas menjadi tidak legal," imbuh Priyono. Priyono juga mengaku tidak mengetahui akan diserahkan atau dikembalikan kepada siapa fungsi dan tugas yang selama ini dijalani oleh BP Migas tersebut. "Saya tidak tahu. Silakan ditanyakan kepada Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral)," pungkas Priyono. Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengakui bahwa pihaknya belum mengetahui dan membaca secara detil mengenai keputusan MK yang menilai bahwa fungsi dan tugas BP Migas bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu, kata Jero, pemerintah belum dapat mengambil langkah terkait keputusan ini dalam waktu dekat. Pemerintah, lanjut Jero juga akan mempertimbangkan dengan seksama kepentingan negara terkait investasi di sektor migas yang menyumbang pendapatan negara paling besar. Jero juga belum dapat memastikan apakah BP Migas akan dilebur dengan perusahaan migas milik negara PT Pertamina. Pemerintah tidak akan berspekulasi dan menghasilkan keputusan yang terburu-buru, menyangkut keberlangsungan BP Migas pasca keputusan MK tersebut. "Semua kemungkinan harus kami kaji mana yang terbaik untuk kepentingan negara. Karena itu kami akan menyikapi keputusan MK ini secara negarawan. Kami tidak akan berspekulasi terburu-buru dan akan melihat kemungkinannya seperti apa demi kepentingan negara," tandas Jero. Sebagai catatan, MK menyatakan fungsi dan tugas BP Migas mendegradasi penguasaan negara atas sumber daya alam. Majelis hakim Mahkamah Konstitusi mengatakan, BP Migas hanya berfungsi mengendalikan dan mengawasi pengelolaan migas dan tidak mengelola secara langsung. Fungsi pengelolaan migas diserahkan kepada badan usaha milik negara atau perusahaan lain melalui kontrak kerjasama. Hakim menilai fungsi ini bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 yang mengharuskan negara menguasai dan mengelola sumber daya alam bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kendati ada kontrak kerjasama ini, Mahkamah Konstitusi menilai penguasaan negara atas migas tidak efektif untuk kemakmuran rakyat. Ada tiga alasan menurut Mahkamah Konstitusi mengapa kontrak kerjasama ini tidak efektif. Pertama, pemerintah tidak bisa secara langsung mengelola atau menunjuk perusahaan untuk mengelola sumber migas. Kedua, setelah BP Migas meneken kontrak kerjasama, negara kehilangan kebebasan untuk mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan isi kontrak. Ketiga, negara tidak bisa memaksimalkan keuntungan untuk kemakmuran rakyat karena adanya prinsip persaingan usaha yang sehat, wajar dan transparan. Akibat putusan ini, BP Migas tidak ada lagi. Namun, Mahkamah Konstitusi memastikan, segala hak dan kewenangan BP Migas dilimpahkan kepada pemegang kuasa pertambangan pemerintah yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. "Dengan demikian segala KKS yang telah ditandatangani antara BP Migas dan Badan usaha atau bentuk usaha tetap harus tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir atau pada masa yang lain sesuai dengan kesepakatan," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud MD dalam putusannya, Selasa (13/11). Permohonan uji materil ini diajukan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Laznah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia dan Persatuan Umat Islam. Pemohon mengajukan uji materi pasal 1 angka 19 dan 23, pasal 3 huruf b, pasal 4 ayat 3, pasal 6, pasal 9, pasal 10, pasal 11 ayat 2, pasal 13 dan pasal 44 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kepala BP Migas pasrah dengan putusan MK
JAKARTA. Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Usaha Minyak dan Gas (BP Migas) R. Priyono pasrah dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menilai bahwa fungsi dan tugas lembaga yang dipimpinnya itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Priyono, BP Migas merupakan produk Undang-Undang Migas nomor 20 tahun 2001. Karena itu, produk dari UU Migas ini merupakan produk reformasi. Jika memang MK menginginkan produk UU Migas dikembalikan fungsi dan tugasnya sebelum masa reformasi, pihaknya tidak dapat mencegah hal tersebut. "Kalau memang mau dikembalikan ke sebelum reformasi, ya silakan saja. Saya sendiri secara pribadi hanya menjalankan tugas," ungkap Priyono di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/11). Priyono juga menjelaskan bahwa kontrak-kontrak investasi sektor migas yang telah dan akan berjalan dapat dianggap tidak sah atau ilegal, jika memang pemerintah memutuskan akan menjalankan keputusan MK ini. "Apapun yang sudah ditandatangani oleh BP Migas menjadi tidak legal," imbuh Priyono. Priyono juga mengaku tidak mengetahui akan diserahkan atau dikembalikan kepada siapa fungsi dan tugas yang selama ini dijalani oleh BP Migas tersebut. "Saya tidak tahu. Silakan ditanyakan kepada Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral)," pungkas Priyono. Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengakui bahwa pihaknya belum mengetahui dan membaca secara detil mengenai keputusan MK yang menilai bahwa fungsi dan tugas BP Migas bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu, kata Jero, pemerintah belum dapat mengambil langkah terkait keputusan ini dalam waktu dekat. Pemerintah, lanjut Jero juga akan mempertimbangkan dengan seksama kepentingan negara terkait investasi di sektor migas yang menyumbang pendapatan negara paling besar. Jero juga belum dapat memastikan apakah BP Migas akan dilebur dengan perusahaan migas milik negara PT Pertamina. Pemerintah tidak akan berspekulasi dan menghasilkan keputusan yang terburu-buru, menyangkut keberlangsungan BP Migas pasca keputusan MK tersebut. "Semua kemungkinan harus kami kaji mana yang terbaik untuk kepentingan negara. Karena itu kami akan menyikapi keputusan MK ini secara negarawan. Kami tidak akan berspekulasi terburu-buru dan akan melihat kemungkinannya seperti apa demi kepentingan negara," tandas Jero. Sebagai catatan, MK menyatakan fungsi dan tugas BP Migas mendegradasi penguasaan negara atas sumber daya alam. Majelis hakim Mahkamah Konstitusi mengatakan, BP Migas hanya berfungsi mengendalikan dan mengawasi pengelolaan migas dan tidak mengelola secara langsung. Fungsi pengelolaan migas diserahkan kepada badan usaha milik negara atau perusahaan lain melalui kontrak kerjasama. Hakim menilai fungsi ini bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 yang mengharuskan negara menguasai dan mengelola sumber daya alam bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kendati ada kontrak kerjasama ini, Mahkamah Konstitusi menilai penguasaan negara atas migas tidak efektif untuk kemakmuran rakyat. Ada tiga alasan menurut Mahkamah Konstitusi mengapa kontrak kerjasama ini tidak efektif. Pertama, pemerintah tidak bisa secara langsung mengelola atau menunjuk perusahaan untuk mengelola sumber migas. Kedua, setelah BP Migas meneken kontrak kerjasama, negara kehilangan kebebasan untuk mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan isi kontrak. Ketiga, negara tidak bisa memaksimalkan keuntungan untuk kemakmuran rakyat karena adanya prinsip persaingan usaha yang sehat, wajar dan transparan. Akibat putusan ini, BP Migas tidak ada lagi. Namun, Mahkamah Konstitusi memastikan, segala hak dan kewenangan BP Migas dilimpahkan kepada pemegang kuasa pertambangan pemerintah yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. "Dengan demikian segala KKS yang telah ditandatangani antara BP Migas dan Badan usaha atau bentuk usaha tetap harus tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir atau pada masa yang lain sesuai dengan kesepakatan," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud MD dalam putusannya, Selasa (13/11). Permohonan uji materil ini diajukan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Laznah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia dan Persatuan Umat Islam. Pemohon mengajukan uji materi pasal 1 angka 19 dan 23, pasal 3 huruf b, pasal 4 ayat 3, pasal 6, pasal 9, pasal 10, pasal 11 ayat 2, pasal 13 dan pasal 44 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News