Kepala BPS Beri Catatan untuk Menjaga Perekonomian pada Tahun 2023



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah ketidakpastian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 berhasil tumbuh di atas 5% secara tahunan (year on year/YoY). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sebesar 5,31% yoy. Ini juga masuk ke dalam perkiraan baik pemerintah maupun Bank Indonesia (BI). 

Dengan melihat berbagai peristiwa yang terjadi pada tahun 2022, Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga kondisi perekonomian Indonesai di tahun 2023. 

"Berbagai peristiwa di tahun 2022, kami bisa memberi catatan untuk pertumbuhan ekonomi 2023 mendatang," tutur Margo saat menjawab pertanyaan Kontan.co.id, Senin (6/2) di Jakarta. 


Margo pun memerinci. Pertama, Margo menyiratkan ada ancaman bagi kinerja ekspor pada tahun ini. Ini sehubungan dengan normalisasi harga komoditas. 

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2022 Capai 5,31%, Tertinggi Sejak 2013

Seperti yang diketahui, selama dua tahun belakangan Indonesia mendapat durian runtuh dari kenaikan harga komoditas ekspor andalan Indonesia. 

Kenaikan harga baik batubara maupun minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) mampu memberikan nilai tambah bagi pendapatan negara, kinerja ekspor, dan bermuara pada solidnya pertumbuhan ekonmoi. 

Dengan harga komoditas yang mulai normalisasi, Margo mengingatkan Indonesia perlu waspada karena bisa saja ini melemahkan kinerja ekspor pada tahun 2023. 

"Pada tahun 2022, ekspor memberi andil besar pada perekonomian. Jadi, perlu waspada harga komoditas yang mulai menurun," tegas Margo. 

Kedua, inflasi juga menjadi hal yang perlu diwaspadai oleh otoritas. Pada tahun 2022, dunia menghadapi lambungan inflasi karena gangguan rantai pasok global dan kenaikan permintaan akibat mulai pulihnya perekonomian. 

Meski Margo yakin kenaikan inflasi tak akan setinggi tahun sebelumnya, tetapi Margo berpesan baiknya otoritas tetap melakukan upaya untuk menekan inflasi Indonesia agar tak bergerak liar. 

Pasalnya, kenaikan harga erat kaitannya dengan daya beli masyarakat. Bila inflasi bergerak tinggi, maka akan mengganggu daya beli masyarakat dan bermuara pada tertekannya konsumsi rumah tangga. 

Baca Juga: Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,31% pada 2022, BPS: Kembali ke Tren Sebelum Pandemi

Padahal, selama ini konsumsi rumah tangga merupakan komponen pengeluaran yang memberi sumbangan terbesar pada produk domestik bruto (PDB) Indonesia. 

"Inflasi tetap harus menjadi perhatian, karena erat kaitannya dengan daya beli. Penting bagi pemerintah menjaga stabilitas harga barang maupun jasa untuk jaga daya beli masyarakat," tandas Margo. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi