JAKARTA. Masa jabatan kepala desa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dipermasalahkan. Sekelompok kepala desa yang tergabung dalam Paguyuban Kepala Desa se-Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur mempermasalahkan dan menguji materi UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menilai masa jabatan kepala desa sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat 1 dan 2 UU Desa telah melanggar hak konstitusional mereka. Sebab, dalam pasal tersebut masa jabatan kepala desa dalam satu periode dibatasi hanya selama enam tahun saja, dan dapat dipilih kembali pada periode yang sama sampai dengan tiga periode. Ketua Paguyuban Kepala Desa se-Sidoarjo Mochammad Supriyadi mengatakan, walaupun secara periode masa jabatan kepala desa dalam UU tersebut bisa sampai tiga kali masa jabatan, namun satu kali masa jabatan yang lamanya hanya enam tahun kurang tepat. Dengan masa jabatan yang hanya enam tahun, mereka mengaku tidak bisa memaksimalkan program kerja dan visi misinya. Selain itu proses pembatasan masa jabatan enam tahun tersebut juga berpotensi menimbulkan guncangan dan konflik sosial di desa. "Sebab setiap enam tahun mereka harus melakukan pemilihan kepala desa. Pengalaman selama ini, pemilihan kepala desa sering menimbulkan konflik horizontal dan vertikal yang sulit dihilangkan dalam beberapa tahun," kata Supriyadi saat mendaftarkan gugatan uji materinya ke MK Selasa (11/11). Supriyadi ingin agar masa jabatan kepala desa bisa mencapai delapan tahun dengan dua kali masa jabatan saja. Meskipun lebih pendek jika dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam UU Desa, waktu delapan tahun dengan dua periode masa jabatan tersebut sudah ideal bagi kepala desa. "Bukan hanya itu saja, waktu tersebut juga cukup untuk mendorong kaderisasi kepemimpinan tingkat desa," katanya. Sekretaris Paguyuban Khoirul Nasirin dalam permohonannya meminta MK untuk bisa menyatakan Pasal 39 ayat 1 dan 2 UU Desa bertentangan dengan konstitusi. "Kami harap, MK bisa menyatakan pasal tersebut tidak punya kekuatan hukum mengikat," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kepala Desa minta perpanjangan masa jabatan
JAKARTA. Masa jabatan kepala desa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dipermasalahkan. Sekelompok kepala desa yang tergabung dalam Paguyuban Kepala Desa se-Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur mempermasalahkan dan menguji materi UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menilai masa jabatan kepala desa sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat 1 dan 2 UU Desa telah melanggar hak konstitusional mereka. Sebab, dalam pasal tersebut masa jabatan kepala desa dalam satu periode dibatasi hanya selama enam tahun saja, dan dapat dipilih kembali pada periode yang sama sampai dengan tiga periode. Ketua Paguyuban Kepala Desa se-Sidoarjo Mochammad Supriyadi mengatakan, walaupun secara periode masa jabatan kepala desa dalam UU tersebut bisa sampai tiga kali masa jabatan, namun satu kali masa jabatan yang lamanya hanya enam tahun kurang tepat. Dengan masa jabatan yang hanya enam tahun, mereka mengaku tidak bisa memaksimalkan program kerja dan visi misinya. Selain itu proses pembatasan masa jabatan enam tahun tersebut juga berpotensi menimbulkan guncangan dan konflik sosial di desa. "Sebab setiap enam tahun mereka harus melakukan pemilihan kepala desa. Pengalaman selama ini, pemilihan kepala desa sering menimbulkan konflik horizontal dan vertikal yang sulit dihilangkan dalam beberapa tahun," kata Supriyadi saat mendaftarkan gugatan uji materinya ke MK Selasa (11/11). Supriyadi ingin agar masa jabatan kepala desa bisa mencapai delapan tahun dengan dua kali masa jabatan saja. Meskipun lebih pendek jika dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam UU Desa, waktu delapan tahun dengan dua periode masa jabatan tersebut sudah ideal bagi kepala desa. "Bukan hanya itu saja, waktu tersebut juga cukup untuk mendorong kaderisasi kepemimpinan tingkat desa," katanya. Sekretaris Paguyuban Khoirul Nasirin dalam permohonannya meminta MK untuk bisa menyatakan Pasal 39 ayat 1 dan 2 UU Desa bertentangan dengan konstitusi. "Kami harap, MK bisa menyatakan pasal tersebut tidak punya kekuatan hukum mengikat," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News