Kepala Staf Presiden: Ada dampak ekonomi atas pembunuhan pekerja proyek di Papua



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pihak istana mengatakan, peristiwa pembunuhan 31 pekerja jalan di Papua memiliki dampak ekonomi yang bersifat lokal.

Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan, dampak tersebut adalah kekhawatiran para kontraktor yang takut untuk membangun infrastruktur di tanah Papua.

Sebab, tidak bisa dipungkiri peristiwa itu dapat membuat kontraktor berpikir dua kali untuk menggarap infrastruktur di Papua.


"Lebih ke bersifat lokal (dampak ekonominya), maka itu kita ingin para kontraktor juga bersinergi dengan TNI Polri menggarap hal ini," tandas Moeldoko di kantornya, Rabu (5/12).

Saat ini pemerintah telah menurunkan kurang lebih 154 personel TNI Polri guna mengembalikan situasi. Para personel itu nantinya ditempatkan di lokasi-lokasi yang sedang dalam pengerjaan proyek.

"Kita tidak ingin masyarakat baik yang asli dan yang bekerja merasa tidak nyaman dan tidak aman. Makanya perlu segera mengembalikan situasi itu," jelas Moeldoko.

Maka, pengawalan di daerah yang tidak aman akan diintensifkan, bersama-sama perusahaan atau BUMN yang sedang bekerja, perlu pengawalan TNI-Polri agar pembangunan tetep berjalan.

Moeldoko menegaskan, pembangunan infrastruktur di Papua harus tetap berjalan. "Pemerintah ingin meratakan pembangunan dan tidak mengenal situasi," katanya.

Menurutnya, 31 pekerja yang dibunuh itu adalah pekerja yang membangun jalan 278 km untuk membuka jalan Wamena ke Agats. Mereka dibunuh saat perjalanan menuju Wamena di Kabupaten Nduga.

Nduga merupakan daerah yang cukup tertinggal, terbelakang, terisolasi, dan relatif tidak aman. Maka itu, diharapkan dengan infrastruktur jalan yang dibangun ini akan memudahkan dalam telekomunikasi, dan pengiriman logistik.

Moeldoko mengimbau atas kejadian ini, para penggerak HAM dalam dan luar negeri untuk memandang isu ini dengan mata yang terbuka, bukan mata yang sebelah. "Karena 31 masyarakat sipil dengan batas kemampuan mereka, ingin ikut mensejahterakan Papua, tapi jadi korban peristiwa tak beradab," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi