Kepemilikan asing di surat utang RI 39,7%, berikut rinciannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, per 4 April 2018 porsi kepemilikan asing pada surat utang RI mencapai 39,73% atau Rp 865,9 triliun dari total surat berharga negara (SBN) yang dapat diperdagangkan sebesar Rp 2.179,9 triliun.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyatakan, SBN domestik yang dimiliki asing tersebut mayoritas bertenor panjang.

“Bukan yang sifatnya spekulan. Mereka bukan spekulan yang besok keluar dan besoknya masuk. Mereka setia untuk investasi jangka panjang,” kata Luky di kantornya, Jumat (7/4).


Berdasarkan data DJPPR, dari total kepemilikan asing itu, tiga pemegang terbesarnya adalah lembaga keuangan internasional, perusahaan reksadana asing, dan kepemilikan bank sentral dan pemerintah negara asing. Oleh karena itu, menurut Luky, dapat dikatakan mayoritas bond-holder RI adalah pihak yang berkomitmen.

Rinciannya, yang dimiliki oleh lembaga keuangan internasional sebesar Rp 362,48 triliun, perusahaan reksadana asing sebesar Rp 165,06 triliun, kepemilikan bank sentral dan pemerintah negara asing Rp 144,08 triliun, lainnya Rp 110,88 triliun.

Selanjutnya, kepemilikan dana pensiun asing Rp 47 triliun, korporasi Rp 22,15 triliun, perusahaan asuransi Rp 10,20 triliun, sekuritas Rp 1,91 triliun, yayasan Rp 1,78 triliun, dan perorangan Rp 0,47 triliun.

Direktur SUN Kementerian Keuangan Loto Srinaita Ginting mengatakan, dari data tersebut, pemerintah tidak bisa mengungkap mana investor yang spekulan, “Kami harapkan tidak ada yang spekulan,” ujarnya.

Luky menjelaskan, melihat porsi kepemilikan asing ini, ada dua sisi yang dapat diperhatikan. Positifnya, terlihat bahwa negara lain memiliki kepercayaan tinggi terhadap perekonomian Indonesia. Sisi negatifnya, bisa terjadi capital outflow apabila ada sentimen yang mendorong dana keluar.

Pemerintah, menurut Luky, juga telah memiliki kebijakan dalam mengelola volatilitas eksternal untuk memitigasi dampak sudden reversals. Ada beberapa indikator tingkat kondisi pasar SBN, di antaranya normal, waspada, siaga, dan krisis.

“Kami memiliki kebijakan untuk mengatasi krisis di setiap level, misalnya pembelian kembali SBN di pasar sekunder dan menunda atau menghentikan penerbitan SBN,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sofyan Hidayat