Kepemilikan perbankan di surat berharga negara (SUN) naik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepemilikan dalam surat berharga negara (SBN) di awal tahun ini mengalami peningkatan baik dari akhir 2018 maupun dari periode yang sama tahun lalu.

Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) mencatat total SBN yang dimiliki perbankan dalam negeri mencapai per 9 April 2019 mencapai Rp 653,46 triliun atau 25,81% dari total SBN yang ada sekarang yakni Rp 2.531,62 triliun.

Jika dibandingkan pada periode akhir 2018, jumlah tersebut meningkat 35,7% dan meningkat 14,8% dari posisi akhir kuartal I tahun lalu. Sebanyak Rp 613,05 triliun SBN tersebut dimiliki oleh bank konvensional dan Rp 40,41 triliun dimiliki perbankan syariah.


Kepemilikan di instrumen Surat Utang Negara (SUN) masih lebih dominan yaitu Rp 454,7 triliun. Sementara di Surat Berharga Negara (SBSN) alias sukuk sebesar Rp 198,77 triliun.

Meskipun secara umum kepemilikan perbankan di SBN naik, namun PT Bank Negara Indonesia Tbk mencatatkan sebaliknya. Kepemilikan bank pelat merah ini di surat berharga negara pada kuartal I 2019 justru turun kalau dibandingkan dengan triwulan pertama tahun lalu. Posisi penempatan dana BNI di SBN pada triwulan pertama ini sekitar 13% dari total aset perseroan.

"Jika dibanding kuartal I 2018 dimana kondisi likuiditas relatif longgar, posisi Surat Berharga di kuartal I 2019 cenderung turun untuk menopang penyaluran Kredit yang memiliki imbal hasil lebih baik."ungkap Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo kepada Kontan.co.id, Rabu (10/4).

Namun, Surat Berharga masih tetap menjadi pilihan investasi bagi BNI terdapat kelebihan likuiditas yg belum terserap oleh kredit. Maklum di awal tahun, permintaan kredit belum terlalu agresif.

Dengan ekspektasi pergerakan suku bunga yang cenderung dovish sampai akhir tahun, penempatan dana pada Surat Berharga masih berpotensi menghasilkan Capital Gain. Hanya saja, Anggoro mengatakan, di tengah kondisi likuiditas yang masih ketat tahun ini, BNI akan lebih memprioritaskan pertumbuhan kredit daripada Surat Berharga

PT Bank Victoria International Tbk pun mencatatkan hal serupa. Kepemilikan bank dengan kode emiten BVIC ini di surat berharga negara pada kuartal I sedikit mengalami penurunan dari akhir tahun lalu. "Kam turunkan sedikit untuk dikonversi ke kredit." kata Ahmad Fajar, Direktur Utama Bank Victoria.

Per akhir tahun 2018, Bank Victoria tercatat menempatkan asetnya cukup besar di SBN yakni mencapai Rp 10 triliun atau sekitar 33,3% dari aset perseroan. Maklum, pertumbuhan kredit bank ini tahun lalu hanya single digit. Namun, kepemilikan tersebut akan berkurang mengingat perseroan membidik pertumbuhan kredit lebih tinggi yakni 13%-14%.

Sedangkan kepemilikan PT Bank Mayapada Tbk di surat berharga masih cenderung sama dari tahun lalu. Hanya saja, Haryono Mayapada, Presiden Direktur perseroan tidak menyebutkan porsi aset yang ditempatkan di SBN. "Untuk trend penempatan dana di SBN ke depan akan sangat tergantung pertumbuhan ekonomi sektor riil," katanya.

Berbeda dengan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), bank ini justru mencatatkan kenaikan penempatan dana di SBN. Per Februari, dana yang ditempatkan di SBN mencapai Rp 21 triliun. Itu naik dari Rp 20,6 triliun pada Januari dan Rp 13,8 triliun pada Desember 2018.

Direktur Keuangan BTN Iman Nugroho Soeko mengatakan, jumlah tersebut naik akibat switching asset saja dari penempatan di Bank Indonesia (BI) diindahkan ke SBN. BTN menargetkan penempatan dana di surat berharga sampai akhir tahun akan mencapai Rp 23 triliun

Adapun rasio likuiditas BTN cenderung meningkat. Dimana loan to deposito ratio (LDR) pada Maret mencapai 112,2%, naik dari 108,5% pada Februari 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .