JAKARTA. Kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang membuka kepemilikan properti di Tanah Air oleh warga negara asing dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap peningkatan perolehan devisa, kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda. "Penerimaan devisa yang akan diterima dari kebijakan dibukanya kepemilikan property oleh asing tidak akan seheboh yang diperkirakan dan tidak akan signifikan," kata Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (4/7). Ali membandingkannya dengan ketika pemerintah membuka arus investasi secara korporasi untuk dapat mengembangkan bisnis propertinya di Indonesia seperti yang saat ini dilakukan oleh Aeon, Tokyu Land, dan Keppelland. Menurut dia, langkah membuka arus investasi untuk mengembangkan properti tersebut dinilai lebih akan menggerakkan ratusan industri yang terkait langsung ataupun tidak langsung pada bisnis itu sehingga sektor riil akan bergerak. Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa saat ini banyak properti yang telah berpindah kepemilikan melalui Penanaman Modal Asing (PMA). "Apakah ini tidak diatur dan malah makin membahayakan tatanan perumahan dan properti nasional," ujarnya. Sebagaimana diberitakan, dunia usaha seperti sejumlah pengembang perumahan dan perusahaan jasa konstruksi mengutarakan kegembiraannya karena pemerintah Indonesia akhirnya mengizinkan kepemilikan properti bagi warga negara asing. Misalnya, perusahaan pengembang PT Prioritas Land Indonesia (PLI) menyambut baik pelonggaran kebijakan kepemilikan asing di Indonesia setelah peraturan yang berlaku saat ini, warga asing hanya memiliki hak pakai dan guna usaha, bukan hak milik. "Kami sangat mendukung langkah pemerintah yang akan memperbolehkan warga negara asing untuk memiliki properti di Indonesia dengan nilai di atas Rp 5 miliar," kata Presiden Direktur PLI Marcellus Chandra dalam rilis yang diterima di Jakarta, Kamis (25/6). Hal tersebut, menurut Marcell, merupakan peluang yang sangat baik bagi perusahaan pengembang seperti pihaknya untuk makin gencar menjaring konsumen-konsumen dari luar negeri. Kini, lampu hijau bagi warga negara asing untuk memiliki hak milik di apartemen mewah di atas Rp5 miliar akan diatur melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. "Peraturan ini diharapkan dapat kembali menyegarkan sektor properti yang sedang melemah sejak beberapa bulan terakhir," katanya dan menambahkan, pihaknya sudah memiliki produk properti di atas Rp5 miliar seperti 42 unit vila di Bali. Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengaku mendukung penuh rencana pemerintah untuk memberikan izin bagi warga negara asing (WNA) untuk memiliki properti di Indonesia. Namun, hanya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). "Kami mendukung. Kami sendiri mengharapkan bahwa untuk properti di KEK yang sudah ditetapkan untuk wilayah pariwisata, seharusnya diberikan perlakuan khusus, salah satunya adalah kepemilikan asing untuk properti pribadi," kata Franky di Jakarta, Rabu (24/6). Menurut dia, pihaknya mendukung penuh kepemilikan properti bagi WNA, terutama di KEK yang telah ditetapkan sebagai wilayah pariwisata, sebagai upaya mendorong investasi di kawasan tersebut.
Kepemilikan properti asing dinilai tidak signifika
JAKARTA. Kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang membuka kepemilikan properti di Tanah Air oleh warga negara asing dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap peningkatan perolehan devisa, kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda. "Penerimaan devisa yang akan diterima dari kebijakan dibukanya kepemilikan property oleh asing tidak akan seheboh yang diperkirakan dan tidak akan signifikan," kata Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (4/7). Ali membandingkannya dengan ketika pemerintah membuka arus investasi secara korporasi untuk dapat mengembangkan bisnis propertinya di Indonesia seperti yang saat ini dilakukan oleh Aeon, Tokyu Land, dan Keppelland. Menurut dia, langkah membuka arus investasi untuk mengembangkan properti tersebut dinilai lebih akan menggerakkan ratusan industri yang terkait langsung ataupun tidak langsung pada bisnis itu sehingga sektor riil akan bergerak. Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa saat ini banyak properti yang telah berpindah kepemilikan melalui Penanaman Modal Asing (PMA). "Apakah ini tidak diatur dan malah makin membahayakan tatanan perumahan dan properti nasional," ujarnya. Sebagaimana diberitakan, dunia usaha seperti sejumlah pengembang perumahan dan perusahaan jasa konstruksi mengutarakan kegembiraannya karena pemerintah Indonesia akhirnya mengizinkan kepemilikan properti bagi warga negara asing. Misalnya, perusahaan pengembang PT Prioritas Land Indonesia (PLI) menyambut baik pelonggaran kebijakan kepemilikan asing di Indonesia setelah peraturan yang berlaku saat ini, warga asing hanya memiliki hak pakai dan guna usaha, bukan hak milik. "Kami sangat mendukung langkah pemerintah yang akan memperbolehkan warga negara asing untuk memiliki properti di Indonesia dengan nilai di atas Rp 5 miliar," kata Presiden Direktur PLI Marcellus Chandra dalam rilis yang diterima di Jakarta, Kamis (25/6). Hal tersebut, menurut Marcell, merupakan peluang yang sangat baik bagi perusahaan pengembang seperti pihaknya untuk makin gencar menjaring konsumen-konsumen dari luar negeri. Kini, lampu hijau bagi warga negara asing untuk memiliki hak milik di apartemen mewah di atas Rp5 miliar akan diatur melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. "Peraturan ini diharapkan dapat kembali menyegarkan sektor properti yang sedang melemah sejak beberapa bulan terakhir," katanya dan menambahkan, pihaknya sudah memiliki produk properti di atas Rp5 miliar seperti 42 unit vila di Bali. Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengaku mendukung penuh rencana pemerintah untuk memberikan izin bagi warga negara asing (WNA) untuk memiliki properti di Indonesia. Namun, hanya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). "Kami mendukung. Kami sendiri mengharapkan bahwa untuk properti di KEK yang sudah ditetapkan untuk wilayah pariwisata, seharusnya diberikan perlakuan khusus, salah satunya adalah kepemilikan asing untuk properti pribadi," kata Franky di Jakarta, Rabu (24/6). Menurut dia, pihaknya mendukung penuh kepemilikan properti bagi WNA, terutama di KEK yang telah ditetapkan sebagai wilayah pariwisata, sebagai upaya mendorong investasi di kawasan tersebut.