KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) mencatat total surat berharga negara (SBN) yang dimiliki bank di Tanah Air mencapai Rp 642,82 triliun per 5 Maret 2019. Berdasarkan persentasenya, jumlah tersebut setara dengan 25,87% dari total SBN yang saat ini sudah mencapai Rp 2.484,55 triliun. Bila dirinci berdasarkan kepemilikannya, mayoritas SBN tersebut dipegang oleh bank konvensional atau sebanyak Rp 602,24 triliun. Sementara sisanya dimiliki oleh perbankan syariah sebesar Rp 40,58 triliun. Adapun, instrumen paling besar merupakan Surat Utang Negara (SUN) yang mencapai Rp 440,1 triliun. Sementara Surat Berharga Negara (SBSN) alias sukuk berjumlah Rp 202,72 triliun.
Nah, bila dibandingkan dengan posisi 31 Januari 2019 jumlah SBN yang dimiliki perbankan terpantau mengalami penurunan dari Rp 652,81 triliun. Sejumlah bank yang dihubungi Kontan.co.id pun mengatakan saat ini kepemilikan surat berharga alias obligasi memang perlahan dicairkan. Namun, penurunannya tidak akan terlalu besar lantaran di awal tahun bank belum banyak membutuhkan likuiditas tambahan untuk menyalurkan kredit. Ambil contoh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) yang sampai dengan akhir Februari 2019 lalu memiliki total surat berharga sebesar Rp 8,13 triliun. Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha menjelaskan kepemilikan surat berharga tersebut setara dengan 13,91% dari total aset perseroan di bulan Februari 2019 sebesar Rp 58,46 triliun. Pun, bila dilihat per akhir Desember 2018 total surat berharga yang dipegang Bank Jatim nampak mengalami kenaikan dari Rp 7,5 triliun. Namun, posisi tersebut sempat mengalami penurunan sedikit di bulan Januari 2019 menjadi Rp 7,28 triliun lantaran adanya beberapa pelunasan. Secara umum, Ferdian mengungkap kepemilikan surat berharga masih tinggi meski akan menurun yang disebabkan jatuh tempo tahun 2019. "Posisi surat berharga pastinya disesuaikan kebutuhan likuiditas untuk ekspansi, kebetulan (dalam waktu dekat) ada beberapa kredit sindikasi alias pencairan kredit," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (10/3). Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja mengatakan posisi kepemilikan obligasi di perseroan terpantau stabil. Sampai dengan akhir kuartal I 2019 ini pihaknya juga memperkirakan tak akan ada banyak penurunan. "Jumlahnya relatif sama di kisaran Rp 32 triliun. Dananya belum terlalu tersalurkan dalam hal pinjaman di kuartal I 2019," katanya.
Gambaran saja, per akhir Januari 2019 dalam laporan keuangan bulanan OCBC NISP tercatat jumlah kepemilikan surat berharga perseroan mencapai Rp 32,36 triliun. Jumlah ini naik dari periode tahun sebelumnya sebesar Rp 28,73 triliun atau tumbuh 12,63%. Setali tiga uang, walau tidak dapat merinci secara detail. Direktur Utama PT Bank Mayapada Tbk Haryono Tjahjarijadi ikut memastikan jumlah kepemilikan obligasi pemerintah di bank masih belum akan penurunan. Menurutnya, jumlah tersebut baru akan turun menjelang pertengahan tahun yang disebabkan mulai derasnya permintaan kredit ke perbankan. Catatan saja, merujuk laporan keuangan bulan Februari 2019 jumlah surat berharga yang dimiliki Bank Mayapada mencapai Rp 4,72 triliun. Jumlah tersebut sedikit lebih rendah dari periode tahun sebelumnya Rp 4,98 triliun atau turun 5,2% secara year on year (yoy). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini