KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) resmi mempertahankan suku bunga acuannya pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Kamis (18/11). BI mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengungkapkan, keputusan ini secara jangka panjang bisa memberi dampak positif bagi rupiah. Menurut dia, suku bunga tetap ini bertujuan untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, terlebih dengan data ekonomi Indonesia yang terus membaik. “Jadi ini upaya menjaga (stabilitas ekonomi) karena adanya kekhawatiran perlambatan ekonomi global di mana perkiraan pertumbuhan ekonomi global BI juga turun. Ini seiring dengan oleh tingginya harga komoditas energi dan melonjaknya kasus Covid-19 secara global,” kata Faisyal kepada Kontan.co.id, Kamis (18/11).
Baca Juga: Kekhawatiran stagflasi picu investor asing lakukan aksi jual di pasar SBN Sementara pada awal tahun depan, Faisyal meyakini harga komoditas energi akan perlahan turun. Hal ini seiring dengan keputusan Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang sudah mempertimbangkan melepas cadangan strategis minyak AS. Bahkan konsumen besar minyak dunia lainnya seperti China dan Jepang juga diharapkan melepas cadangan strategis minyak mereka untuk menurunkan harga. Namun, potensi risiko akan hadir dari kekhawatiran terjadinya gelombang baru penyebaran Covid-19 di Eropa yang mulai mengalami peningkatan. Jika ini berlanjut dan melebar ke berbagai negara lainnya, maka akan jadi penghambat proses pemulihan ekonomi global pada tahun depan. Dia menilai BI akan wait and see dan mengamati kebijakan The Fed. Faisyal mengatakan bahwa BI tidak akan terburu-buru untuk melangkahi The Fed dalam menaikkan suku bunga acuan. Pasalnya, secara angka inflasi, Indonesia saat ini belum terlalu tinggi. Jadi kenaikan suku bunga acuan justru bisa menghambat pemulihan ekonomi. Baca Juga: IHSG turun 0,59% diiringi net sell asing pada Kamis (18/11)