Keputusan BI sesuai ekspektasi, suku bunga acuan diramal akan turun lagi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga acuan BI 7DRR disambut baik oleh pelaku pasar, ini terbukti dari pergerakan rupiah yang ditutup menguat Kamis (18/7). Langkah bank sentral ini sekaligus menjawab ekspektasi pasar bahwa suku bunga acuan akan turun sebanyak 25 basis poin (bps) di Juli ini. 

Asal tahu saja, berdasarkan data Bloomberg hari ini (18/7), kurs rupiah menguat 0,16% ke level Rp 13.960 per dollar Amerika Serikat (AS). Sedangkan Jakarta interbank spot dollar rate melemah 0,19% ke Rp 13.976 per dollar AS.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, penguatan rupiah yang terjadi sore ini merupakan cerminan bahwa keputusan BI mendapat respons positif. Ditambah lagi, langkah pemangkasan BI 7DRR sudah diprediksikan oleh pasar. 


"Tadi juga disampaikan bahwa BI masih membuka ruang untuk pemangkasan kembali ke depannya, karena foreign liquidity dinyatakan masih bagus yang membuat rupiah menguat," jelas David kepada Kontan.co.id, Kamis (18/7).

Di samping itu, David menilai pertumbuhan ekonomi masih cenderung moderat, bahkan menjurus stagnan di tahun ini. Untuk itu, dibutuhkan semacam stimulus dan secara moneter, pemangkasan BI 7DRR cukup memungkinkan. Menyusul, perkembangan inflasi dan ekspektasi current account deficit (CAD) yang diperkirakan bakal lebih rendah dari capaian 2018. 

Untuk ke depan, peluang BI untuk kembali memangkas BI 7DRR juga masih terbuka lebar, seiring sinyal bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang bakal memangkas suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) di akhir Juli. Prediksi David, The Fed berpeluang untuk memangkas FFR sebanyak 3-4 kali di tahun ini.

"Menyusul kondisi tersebut, BI kemungkinan bakal pangkas minimal 50 bps. Namun, itu juga perlu melihat perkembangan transaksi berjalan dan kemungkinan penurun FFR ke depan. Sehingga peluang BI pangkas BI7 DRR diperkirakan bisa 50 bps hingga 100 bps," ungkap David. 

Dia memperkirakan, rupiah bakal berada di level yang sesuai dengan fundamental saat ini, yakni kisaran Rp 14.000 per dollar AS. Menurut David, rupiah yang terlampau kuat belum tentu baik bagi kondisi sektor riil untuk menjaga stabilitas dan likuiditas. 

Saat ini penguatan rupiah masih mengandalkan kondisi likuiditas portofolio inflow yang masuk lebih besar, sehingga cadangan devisa juga perlu dijaga. Akan lebih baik lagi jika penguatan rupiah ditopang oleh kenaikan devisa dari ekspor dan foreign direct investment (FDI). 

Apalagi, kondisi eksternal suatu waktu bisa berubah meski saat ini masih dalam kondisi positif. Sejumlah katalis negatif dari global bisa kembali merebak, seperti perang dagang serta ketegangan di Timur Tengah yang dapat mendorong harga minyak dan komoditas naik tanpa diduga. 

David memperkirakan, pergerakan rupiah ke depan masih akan konservatif. Tapi, Jumat (19/7), rupiah masih bisa melanjutkan penguatan di rentang Rp 13.900 per dollar AS hingga Rp 14.000 per dollar AS. 

Untuk jangka panjang, David juga melihat peluang rupiah menguat ke level Rp 13.500 secara temporer meski belum disertai kondisi fundamental. "Kita lihat sejauh ini minat investasi di sektor riil masih lemah, dibandingkan emerging market lainnya seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam. Jadi perubahan kebijakan riil di sisi kebijakan investasi, kebijakan tenaga kerja, dan kebijakan perdagangan dan industri masih belum clear," pungkas David.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati