KONTAN.CO.ID - MOROWALI. Dua ekor kera nangkring dengan santainya di atas pagar berdinding seng di pinggir jalan Trans Sulawesi, Dusun Tabo, Desa Labota, Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah. Tepat di bawahnya teronggok tumpukan sampah. Kala itu, Rabu (20/7) sekitar pukul 16.00 WITA. Sinar matahari tak seberapa lagi panasnya. Namun debu jalanan yang tak berhenti menguar membuat udara kian terasa pengap. Sejumput hutan menjadi latar-belakang kedua ekor kera tersebut. Hutan berbukit yang tak seberapa luas dan menjadi tempat kera-kera itu berlindung itu masuk ke dalam kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Mata kedua ekor itu awas menatap orang dan kendaraan yang lalu-lalang di jalan di hadapannya. Seekor diantaranya betina. Tak ada bayi kera di gendongannya. Namun puting-puting susunya tampak membengkak seperti masih dalam proses menyusui. Di sisi pagar yang lain, tak jauh dari tempat kedua ekor kera itu nongkrong, teronggok beberapa potong pisang yang sengaja diletakkan orang. Dua orang pengendara motor berhenti di depan seekor kera; mengambil foto lalu mengulurkan sepotong makanan. Mereka tampak jinak dan tak agresif terhadap manusia. Tak seperti kawanan kera dan monyet yang keluar dari hutan dan turun ke jalan mencari makan di tempat lain. Mungkin sudah terbiasa berinteraksi dengan manusia.
Hewan berbulu itu adalah Kera Hitam Tonkean atau Kera Tonkean (Macaca Tonkeana). Sebagian masyarakat sekitar menyebutnya Monyet Moca. Merujuk sebuah plang yang sengaja dipasang di bagian lain pagar, Kera Hitam Tonkean merupakan spesies primata dalam famili
Cercopithecidae. Kera Tonkean saat ini tersebar di beberapa kawasan lindung, termasuk Cagar Alam Morowali dengan luas habitat 2.250 km2, Taman Nasional Lore Lindu seluas 2.290 km2 dan Pasak Faruhumpenai 900 km2. Lalu Towuti seluas 687 km2 dan Taman Rekreasi Alam Danau Matano dengan luas habitat 331 km2.
Baca Juga: Nikel, Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Baterai EV dan Wajah Baru Bahodopi Nahas, Kera Hitam Tonkean yang merupakan satwa endemik Sulawesi Tengah dan Kepulauan Togian terdekat di Indonesia, itu terancam kehilangan habitatnya. Salah satunya sebagai dampak industri pertambangan yang terus meluas. Sambil menunjuk kearah hutan di belakang kera-kera itu, Rolando Devretes Jaflean (33) menyebut, hutan lindung yang ada di kawasan IMIP itu merupakan satu-satunya habitat asli Kera Hitam Tonkean yang tersisa di Bahodopi. "Satu habitat lagi di daerah Kebun Kopi," kata lelaki asal Ambon yang mengaku anggota komunitas pemerhati lingkungan di Bahodopi, saat berbincang dengan KONTAN, Rabu (20/7). Kebun Kopi yang ia maksud merupakan sebutan daerah di sekitar hutan di dekat jalan poros nasional Palu-Parigi Moutong. Seiring perkembangan industri nikel di Bahodopi, jumlah Kera Hitam Tonkean atau Monyet Moca pun menyusut. Bukit berhutan yang menjadi tempat tinggal mereka dikikis untuk pembangunan pabrik. "Tahun 2018 jumlahnya masih ada sekitar 200 ekor. Tapi sekarang tak sampai 100 ekor lagi yang tersisa," ujarnya. "Operator bongkar lahan yang bunuh dan tangkap monyet itu pikir mereka jahat. Padahal tidak. Kalau ada eskavator mereka (Kera Tonkean-red) lari," imbuhnya lirih.
Baca Juga: Saat TKA Asal China di IMIP Morowali Tak Bebas Melenggang Kangkung Ia tahu persis karena pernah bekerja di IMIP sebagai operator eskavator. Kalaupun ada binatang yang sengaja ia perangkap, itu adalah babi hutan. Babi hutan atau celeng itu lalu dijual ke Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China yang bekerja di IMIP. Celeng berukuran besar bisa laku terjual hingga Rp 10 juta per ekor. Kini, setelah sebagian besar habitat Kera Tongkean tergusur, pihak IMIP turun tangan dan memberikan dana bantuan.
Bermodal dana itu, kata Rolando, komunitas pemerhati lingkungan di Bahodopi rutin memberikan makanan berupa pisang untuk Monyet Moca. Pisangnya sengaja diletakkan di atas pagar seng pembatas hutan habitat Kera Tonkean dengan jalan raya. Sebagian lagi dipakai untuk menanam pohon pisang di dalam hutan yang menjadi habitat satwa tersebut di Bahodopi. Terlepas dari cukup atau tidaknya bantuan yang diberikan. Namun yang jelas, semoga Kera Tonkean tak lagi digusur dan bisa hidup tenang. Meski harus sembari menatap gemerlap perkembangan industri nikel di Bahodopi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tedy Gumilar