Kerahasiaan Pelanggan Hambat Biro Kredit



JAKARTA Rencana pembentukan biro kredit terus dimatangkan. Pekan lalu, regulator, industri asuransi dan multifinance telah menandatangani kesepakatan terkait pembentukan biro kredit tersebut. Namun, masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus dibereskan.

Yang paling krusial adalah soal pembeberan data-data nasabah. Sebab pembeberan data-data pelanggan atau konsumen di beeberapa industri merupakan pelanggaran.

Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Isa Rachmatarwata mengatakan pihaknya masih mengkaji data-data industri yang bisa dibuka dan tidak melanggar aturan kerahasiaan nasabah atau konsumen. "Kalau di perbankan jelas, data penabung itu rahasia, namun debitur tidak," kata Isa.


Sementara membuka data-data pelanggan di industri nonkeuangan, seperti telekomunikasi, jelas merupakan pelanggaran. "Undang-undang telekomunikasi melarang kami membuka data nasabah, kecuali ke pihak berwajib," ujar Direktur Utama PT Telkom Tbk Rinaldi Firmansyah.

Namun para penggagas biro kredit tak kenal menyerah. Mereka berencana mengamandemen undang-undang agar bisa mengakses data pelanggan telekomunikasi dan juga PT PLN (Persero).

Kalaupun soal buka-bukaan data beres, hal lain yang harus menjadi perhatian adalah risiko penyalahgunaan data. Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Evelina Pietruschka mengatakan, perlu diatur siapa saja yang boleh mengakses sistem tersebut.

"Privacy protection act harus diperhatikan, bagaimana perlindungan terhadap nasabah, dan infrastruktur TI serta enforcement hukum juga penting, bagaimana kalau terjadi pembobolan data dan penyalahgunaan," ujarnya.

Yang tak kalah seru adalah soal hitung-hitungan pembayaran ketika meminta data konsumen "Misalnya berapa rupiah untuk mendapatkan informasi di dalam sistem ini. Asosiasi dan perusahaan harus berhitung," papar Isa.

Terus bersiap

Sambil membereskan soal kerahasiaan pelanggan dan perhitungan fee, pembentukan biro kredit jalan terus. Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Denis Firmansyah bilang, biro kredit telah menyiapkan berbagai data individu, seperti kepemilikan fasilitas kredit, tagihan-tagihan, sampai ketepatan pembayaran utang.

"Selama ini APPI cuma punya data write off dari perusahaan pembiayaan. Dengan biro kredit, informasi akan jauh lebih banyak, dan manfaat utamanya adalah kecepatan mengakses data," kata Denis.

Industri asuransi juga bersiap. Maklum, dengan adanya biro kredit, perusahaan asuransi bisa melacak kebiasaan para pemegang polis. "Kami bisa tahu nasabah yang overinsured (beli asuransi di mana-mana), atau fraudulent claim (pernah melakukan history claim yang tidak baik di perusahaan lain)," kata Evelina.

Direktur Eksekutif AAJI Stephen Juwono menambahkan, dengan biro kredit, profil seseorang bisa dilihat jelas, sehingga sangat membantu industri. Tapi risiko penyalahgunaan data memang harus menjadi perhatian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Johana K.