Keran Likuiditas Valas Diperlonggar



JAKARTA. Kekeringan likuiditas yang tengah terjadi tidak hanya pada likuiditas rupiah saja, tapi ketersediaan likuiditas valuta asing (valas) pun mulai terancam. Ketidakpastian di pasar global dan pelemahan rupiah terhadap dolar membuat masyarakat berburu valas. Bukan hanya pelaku usaha yang memiliki underlying aset (L/C) saja yang berburu valas untuk membayar kewajibannya, tapi beberapa deposan dan bahkan masyarakat biasapun sibuk berburu valas. Tak heran, kalau valas yang ada di pasar mulai menipis. Agar kekeringan valas dan rupiah tidak semakin dalam, Bank Indonesia akhirnya melonggarkan beberapa aturan. Pertama, BI memperpanjang tenor foreign exchange swap (FX Swap), yang selama ini paling lama tujuh hari menjadi satu bulan. "Langkah ini untuk memenuhi permintaan terhadap dolar yang sifatnya sementara. Dengan perpanjangan waktu tersebut maka bank atau pelaku pasar punya waktu untuk menyesuaikan komposisi portofolio," kata Gubernur Bank Indonesia Boediono, di Jakarta, Selasa (14/10). Kedua,  untuk memberi kepastian terhadap kebutuhan valuta asing bagi perusahaan domestik yang memiliki L/C maka BI akan menyediakan pasokan valas melalui perbankan. Kedua aturan tersebut, berlaku efektif sejak 15 Oktober 2008. Ketiga, BI menurunkan rasio giro wajib minimum (GWM) untuk valuta asing dari yang semula sebesar 3% dari total DPK valas yang dimiliki bank menjadi sebesar 1%. Aturan baru tersebut berlaku efektif sejak 13 Oktober 2008,  untuk bank umum dan bank umum syariah. Menurut Deputi Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Wimboh Santoso, hingga 6 Oktober 2008 total DPK valas yang dimiliki perbankan nasional mencapai US$ 36 miliar. Bila GWM yang dibayarkan oleh perbankan masih sebesar 3%, maka total dana perbankan yang parkir di BI mencapai sekitar US$ 1,08 miliar. Dengan adanya  pelonggaran GWM menjadi 1%, berarti total GWM yang dibayarkan perbankan kepada BI hanya sebesar US$ 360 juta. Itu artinya, ada tambahan likuiditas valas baru yang beredar di pasar sebesar US$ 720 juta. Pelonggaran keempat dan sesuai dengan janji, akhirnya BI melonggarkan GWM dalam rupiah juga, menjadi sebesar 7,5% dari total DPK, Jadi, kalau selama ini GWM dalam rupiah yang dibayarkan oleh perbankan ada dua yakni GWM wajib sebesar 5% dari total DPK dan GWM tambahan yang dikaitkan dengan jumlah DPK dan LDR, maka rumusannya disederhanakan menjadi sebesar 7,5%. Artinya, bank tidak perlu lagi membayarkan tambahan GWM yang dikaitkan dengan LDR dan DPK. Untuk pelonggaran aturan GWM rupiah akan efektif berlaku sejak 24 Oktober 2008. "Selama ini, GWM wajib yang dibayarkan ke BI sebesar 5% dari total DPK. Dengan aturan baru, mereka hanya perlu membayar 7,5% saja. Atas penempatan GWM tersebut, BI hanya akan membayarkan bunga sebesar 3% atas GWM yang tidak wajib atau besar bunga 3% dihitung dari GWM sisa sebesar 2,5%," kata Deputi Gubernur BI Siti Fadjrijah. Kelima, BI mencabut ketentuan PBI No.7/1/PBI/2005 pasal 4 tentang batasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri (PLN) jangka pendek, dengan meniadakan batasan posisi saldo harian PLN jangka pendek. Aturan tersebut berlaku efektif sejak 13 Oktober 2008. "Langkah ini ditujukan untuk mengurangi tekanan pembelian dolar karena adanya pengalihan rekening rupiah ke valuta asing oleh nasabah asing," kata Boediono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: