Kerek Daya Beli Masyarakat, Pemerintah Diminta Batalkan Kenaikan PPN 12%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk kembali menggairahkan permintaan dan daya beli masyarakat, pemerintah dinilai harus membatalkan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% hingga pemangkasan subsidi Public Service Obligation (PSO) Kereta Rel Listrik (KRL)

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai selama ini daya beli tergerus karena ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengurangi pendapatan disposable masyarakat.

Menurutnya kebijakan kenaikan PPN 12% di tahun depan, pemangkasan subsidi BBM, hingga pemangkasan subsidi PSO KRL wajib dibatalkan. 


Baca Juga: Insentif Pemerintah Diharapkan Mengacu pada Kualitas Pertumbuhan Ekonomi

"Itu sudah menjadi insentif bagi kelas menangah untuk berbelanja dan meningkatkan daya beli," ungkap Nailul kepada Kontan, Rabu (13/11).

Kenaikan harga BBM Pertalite tahun 2022 hingga kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% membuat pendapatan disposable masyarakat berkurang. Maka insentif paling utama adalah pemberian subsidi-subsidi tersebut. 

Di sisi lain, Nailul mengatakan untuk mendongkrak daya beli, insentif PPh 21 juga dapat diterapkan. Kebijakan ini bisa dilakukan alih-alih memberikan tarif lebih rendah ke pajak korporasi. 

"Dampak Pajak korporasi terhadap daya beli tidak langsung, mereka menurunkan tarif pajak dengan harapan bisa ekspansi," ujarnya. 

Baca Juga: Situasi Ekonomi Menantang, Ekonom Sarankan Perlu Kebijakan Ekspansif

Padahal, pada kenyataannya yang terjadi perusahaan juga masih sulit untuk melakukan ekspansi. Penurunan tarif pajak korporasi di beberapa tahun yang lalu ternyata tidak membuat perusahaan bisa ekspansi. 

"Jadi lebih baik langsung ke karyawannya melalui insentif pajak PPh 21 Karyawan," ucapnya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli