Kereta cepat, China siap bangun tanpa bantuan APBN



China tawarkan proyek kereta cepat tanpa menggunakan APBN

JAKARTA. China ngotot ingin mendapatkan proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. Bahkan, Pemerintah China siap melaksanakan pembangunan proyek kereta cepat itu tanpa dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Tawaran ini disampaikan saat Xu Shaoshi, Menteri Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi China bertemu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, Adrinof Chaniago. Di proposal itu, China juga menjanjikan harga proyek yang lebih kompetitif dibanding Jepang. Selain itu, Shaosi mengatakan, mereka juga bisa melaksanakan pembangunan proyek tersebut mulai secara cepat mulai akhir Agustus tahun ini dan akan selesau akhir tahun 2018 nanti.


Adrinof Chaniago, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas mengatakan, nilai investasi yang diajukan oleh China dalam hasil studi kelayakan kereta cepat Jakarta - Bandung yang telah diserahkan ke pemerintah mencapai US$ 5,5 miliar. Bunga yang mereka tawarkan mencapai 2% dengan masa pengembalian pinjaman 40 tahun.

Rencananya, dana investasi tersebut akan ditanggung oleh konsorsium delapan perusahaan China yang terdiri dari BUMN dan swasta China. "Mereka menawarkan tanpa APBN sama sekali," kata Adrinof Selasa (11/8).

Adrinof mengatakan, walaupun tawaran China tersebut menggiurkan, pemerintah belum bisa mengambil keputusan, menerima atau menolak tawaran tersebut. Maklum saja, selain China, Jepang sebelumnya menawarkan diri untuk mengerjakan proyek kereta cepat Jakarta- Bandung.

Mereka, sudah menggelontorkan US$ 15 juta untuk melaksanakan tiga fase studi kelayakan atas proyek tersebut. Hasil studi kelayakan tahap pertama, proyek tersebut memerlukan investasi sampai dengan Rp 60 triliun. Proyek tersebut hanya layak dikerjakan dengan mekanisme kerjasama pemerintah swasta dengan pembagian peran; pemerintah menanggung 16%, BUMN 74% dan konsorsium swasta sebesar 10%

Adrinof mengatakan, pemerintah akan memutuskan tawaran mana yang akan diterima dalam waktu dua minggu ke depan. Rencananya, untuk menentukan mana proposal terbaik yang akan mereka pilih, pemerintah akan menjaring masukan dari pihak luar. "Kami review sendiri dengan menggunakan masukan dari luar, dua minggu akan diputuskan," kata Adrinof.

Adrinof mengatakan, dalam mengambil keputusan tersebut, pemerintah akan menentukan pilihan berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, proposal terbaik.

Ke dua, rekam jejak kerjasama pemerintah dengan ke dua negara tersebut dalam pembangunan infrastruktur. Ke tiga, kualitas pembangunan infrastruktur di ke dua negara tersebut.

"Bukan hanya pertimbangan murah secara akuntansi, tapi secara ekonomi, penggunaan kandungan lokal, kualitas layanan juga akan dijadikan pertimbangan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto