JAKARTA. Catatan Kementerian Perdagangan menyebutkan bahwa Indonesia masih mencatatkan defisit dalam kerjasama perdagangan dengan Finlandia. Pasalnya, sejauh ini Indonesia hanya mengekspor tiga jenis produk seperti karet (28,9%), mesin cetak (12,6%), dan sepeda (8,7%) ke Finlandia. Sedangkan untuk impor, Indonesia banyak mengimpor teknologi canggih, yang harganya lebih tinggi 10 sampai 50 kali lipat dari nilai ekpor Indonesia ke Finlandia."Karena itu, Indonesia harus membuka diversifikasi produk untuk keran ekspor lain. Sebut saja produk furnitur dari rotan," urai Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Gusmardi Bustami, seusai diskusi antara Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dengan Menteri Perdagangan Finlandia Alexander Stubb, Menteri Hubungan Luar Negeri Estonia, dan juga Menteri Perdagangan Indonesia, Gita Wirjawan, di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, pada Rabu (25/1).Menurut Gusmardi, penjualan produk furnitur memiliki pasar yang besar di Finlandia. Pasalnya, masyarakat Finlandia yang senang berpergian dan berpindah tempat tinggal, membutuhkan furniture yang lebih ringan. Terlebih, saat ini pembangunan industri perumahan dan perkantoran juga mengalami peningkatan. "Finlandia & Estonia belum banyak dilirik oleh investor Indonesia. Saya kira, Finlandia merupakan pasar yang potensial dan bisa ditingkatkan ekspornya," jelas Gusmardi.Itu sebabnya, ke depan, Indonesia akan mengembangkan industri rotan untuk memenuhi permintaan pasar ekspor di Finlandia serta Estonia. "Furnitur Indonesia belum sumbang devisa yang tinggi, baru sekitar US$ 3 miliar. Padahal potensi pasar cukup besar," sambung Gusmardi.
Kerjasama Indonesia-Finlandia masih defisit
JAKARTA. Catatan Kementerian Perdagangan menyebutkan bahwa Indonesia masih mencatatkan defisit dalam kerjasama perdagangan dengan Finlandia. Pasalnya, sejauh ini Indonesia hanya mengekspor tiga jenis produk seperti karet (28,9%), mesin cetak (12,6%), dan sepeda (8,7%) ke Finlandia. Sedangkan untuk impor, Indonesia banyak mengimpor teknologi canggih, yang harganya lebih tinggi 10 sampai 50 kali lipat dari nilai ekpor Indonesia ke Finlandia."Karena itu, Indonesia harus membuka diversifikasi produk untuk keran ekspor lain. Sebut saja produk furnitur dari rotan," urai Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Gusmardi Bustami, seusai diskusi antara Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dengan Menteri Perdagangan Finlandia Alexander Stubb, Menteri Hubungan Luar Negeri Estonia, dan juga Menteri Perdagangan Indonesia, Gita Wirjawan, di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, pada Rabu (25/1).Menurut Gusmardi, penjualan produk furnitur memiliki pasar yang besar di Finlandia. Pasalnya, masyarakat Finlandia yang senang berpergian dan berpindah tempat tinggal, membutuhkan furniture yang lebih ringan. Terlebih, saat ini pembangunan industri perumahan dan perkantoran juga mengalami peningkatan. "Finlandia & Estonia belum banyak dilirik oleh investor Indonesia. Saya kira, Finlandia merupakan pasar yang potensial dan bisa ditingkatkan ekspornya," jelas Gusmardi.Itu sebabnya, ke depan, Indonesia akan mengembangkan industri rotan untuk memenuhi permintaan pasar ekspor di Finlandia serta Estonia. "Furnitur Indonesia belum sumbang devisa yang tinggi, baru sekitar US$ 3 miliar. Padahal potensi pasar cukup besar," sambung Gusmardi.