JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menghentikan sejumlah kerjasama militer dan intelijen dengan pihak Australia akibat kasus penyadapan yang dilakukan Intelijen Australia terhadap para pejabat Indonesia. Keputusan menghentikan sejumlah kerjasama tersebut dilakukan, karena hingga kini, pemerintah Australia belum merespons permintaan Indonesia untuk menjelaskan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Maka, sampai menunggu adanya reaksi dari pihak Australia, pemerintah Indonesia mengambil tiga langkah penting sebagai respons penyadapan Australia terhadap Indonesia. Ketiga langkah tersebut adalah sebagai berikut. Pertama adalah Pemerintah Indonesia tetap menunggu penjelasan dan tanggungjawab Australia atas kasus penyadapan terhadap sejumlah pejabat di Pemerintahan Indonesia, termasuk Presiden SBY. Kedua, karena kasus penyadapan itu, maka SBY memutuskan mereview sejumlah kerjasama untuk dihentikan. Kerjasama yang dihentikan itu adalah pertukaran informasi dan pertukaran intelijen di antara Indonesia dan Australia. "Saya juga meminta dihentikannya dulu latihan-latihan bersama antara Tentara Indonesia dan Australia, baik Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, maupun yang sifatnya latihan gabungan," terang SBY. SBY juga meminta agar dihentikannya kerjasama coordinated military operation, yang menghentikan people smuggling di wilayah lautan. Menurut Presiden, tidak mungkin Indonesia melakukan kerjasama tersebut jika ada penyadapan terhadap tentara atau para pejabat Indonesia. Ketiga, untuk melanjutkan kerjasama ke depan dengan Australia, Pemerintah Indonesia meminta adanya protokol kode perilaku dan asas pedoman kemitraan di antara Indonesia dan Australia untuk menghadapi isu penyelundupan manusia dan kerjasama militer serta intelijen. Protokol code of conduct ini sifatnya mengikat dan harus dijalankan. Presiden mengaku tidak paham perilaku Australia terhadap Indonesia. Padahal kedua negara tidak berada dalam posisi berhadap-hadapan atau bermusuhan seperti pada zaman perang dingin. Karena itu, pemerintah Indonesia tetap menuntut penjelasan resmi dari Pemerintah Australia.
Kerjasama militer dengan Australia dihentikan
JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menghentikan sejumlah kerjasama militer dan intelijen dengan pihak Australia akibat kasus penyadapan yang dilakukan Intelijen Australia terhadap para pejabat Indonesia. Keputusan menghentikan sejumlah kerjasama tersebut dilakukan, karena hingga kini, pemerintah Australia belum merespons permintaan Indonesia untuk menjelaskan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Maka, sampai menunggu adanya reaksi dari pihak Australia, pemerintah Indonesia mengambil tiga langkah penting sebagai respons penyadapan Australia terhadap Indonesia. Ketiga langkah tersebut adalah sebagai berikut. Pertama adalah Pemerintah Indonesia tetap menunggu penjelasan dan tanggungjawab Australia atas kasus penyadapan terhadap sejumlah pejabat di Pemerintahan Indonesia, termasuk Presiden SBY. Kedua, karena kasus penyadapan itu, maka SBY memutuskan mereview sejumlah kerjasama untuk dihentikan. Kerjasama yang dihentikan itu adalah pertukaran informasi dan pertukaran intelijen di antara Indonesia dan Australia. "Saya juga meminta dihentikannya dulu latihan-latihan bersama antara Tentara Indonesia dan Australia, baik Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, maupun yang sifatnya latihan gabungan," terang SBY. SBY juga meminta agar dihentikannya kerjasama coordinated military operation, yang menghentikan people smuggling di wilayah lautan. Menurut Presiden, tidak mungkin Indonesia melakukan kerjasama tersebut jika ada penyadapan terhadap tentara atau para pejabat Indonesia. Ketiga, untuk melanjutkan kerjasama ke depan dengan Australia, Pemerintah Indonesia meminta adanya protokol kode perilaku dan asas pedoman kemitraan di antara Indonesia dan Australia untuk menghadapi isu penyelundupan manusia dan kerjasama militer serta intelijen. Protokol code of conduct ini sifatnya mengikat dan harus dijalankan. Presiden mengaku tidak paham perilaku Australia terhadap Indonesia. Padahal kedua negara tidak berada dalam posisi berhadap-hadapan atau bermusuhan seperti pada zaman perang dingin. Karena itu, pemerintah Indonesia tetap menuntut penjelasan resmi dari Pemerintah Australia.