KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski sudah banyak menelan korban, investasi bodong ternyata masih sulit diberantas. Satgas Waspada Investasi mencatat, sejak 2007 hingga September 2017, total kerugian yang diakibatkan investasi ilegal mencapai Rp 105,81 triliun. Menurut Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing, angka tersebut didapat karena ada beberapa program investasi ilegal yang berhasil mengeruk dana segar jumbo dari masyarakat. Contoh, kasus Pandawa Grup. Total kerugian yang tercatat mencapai Rp 3,8 triliun dari sekitar 549.000 nasabah. Selain itu, ada Dream for Freedom, yang sempat menawarkan investasi dengan imbal hasil 1% per hari. Jumlah peserta yang dirugikan mencapai 700.000 investor dengan kerugian Rp 3,5 triliun.
Untuk tahun ini saja, sudah ada 132 entitas di bidang investasi yang sedang diawasi oleh Satgas. Namun, Tongam enggan menyebutkan berapa kerugian yang dihasilkan oleh investasi bodong yang sudah ditutup Satgas di tahun ini. "Jumlah itu hanya data per November dan tak menutup kemungkinan dapat bertambah," kata Tongam, kemarin. Masuk ranah hukum Maklum, masih banyak perusahaan investasi yang menawarkan imbal hasil tinggi beroperasi, meski tidak memiliki kejelasan skema investasi maupun izin dari OJK. Asal tahu saja, dari 132 entitas yang masuk radar Satgas Waspada Investasi, mayoritas bergerak di bidang investasi uang, yakni berjumlah 81 entitas. Selain diawasi Satgas, ada 12 investasi ilegal yang sudah masuk ranah hukum. Di antaranya kasus Pandawa Group di Depok hingga Dream For Freedom. (
lihat infografik). "Entitas ini terbukti melakukan penipuan karena menawarkan investasi dengan imbal hasil tidak wajar atau tidak sesuai dengan izin yang dimilikinya," ujar Tongam. Walau sudah banyak investasi bodong yang terkuak,
Financial Expert Universitas Prasetya Mulya Lukas Setia Atmaja menilai, penawaran investasi bodong akan tetap marak. "Masih banyak, karena di sisi masyarakat yang berminat juga banyak," kata dia. Apalagi kemajuan teknologi juga membuat suatu perusahaan investasi bodong lebih mudah dalam melakukan penyebaran informasi. Selain itu, sistem hukum di Indonesia belum cukup kuat untuk membuat jera para pelaku praktik investasi ilegal. "Investasi bodong itu jenisnya macam-macam, sedangkan regulasi kita belum tentu bisa meng-
cover seluruhnya," ungkap dia.
Belum lagi, masyarakat Indonesia masih banyak yang tertarik dengan tawaran investasi ilegal. Lukas menjabarkan ada dua tipe masyarakat yang kerap jadi korban investasi ilegal.
Pertama, masyarakat yang kekurangan dalam hal literasi di bidang investasi.
Kedua, masyarakat yang sebenarnya mengerti, namun tetap sengaja ikut serta. Hal itu tak lepas dari pola pikir masyarakat yang masih mendambakan meraih imbal hasil tinggi dalam waktu relatif cepat. Lukas menuturkan, idealnya sebelum berinvestasi setiap orang harus mengenali pihak-pihak yang menawarkan investasi dengan cermat. Calon investor perlu memeriksa kelengkapan sebuah perusahaan investasi, seperti izin dari lembaga terkait hingga lokasi kantor yang valid. "Hal sederhana seperti profil pendiri perusahaan investasi juga patut diketahui oleh masyarakat," sebut dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto