Kerugian Matahari Putra Prima (MPPA) berkurang menjadi Rp 100 miliar di kuartal I



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten ritel PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) mencatatkan pendapatan yang kurang memuaskan sepanjang kuartal I 2020. Meski begitu, bottom line MPPA sedikit membaik.

MPPA mengantongi penjualan hingga Rp 1,95 triliun di kuartal pertama 2020. Pendapatan ini turun tipis 2,01% dibanding periode yang sama tahun 2019 yang mencapai Rp 1,99 triliun.

Mengutip dari laporan keuangan, segmen grosir menjadi pemberat penjualan MPPA. Asal tahu saja, segmen ini turun hingga 60,93% year on year (yoy) menjadi Rp 34,94 miliar dari sebelumnya Rp 86,3 miliar.


Sementara itu, segmen eceran MPPA masih mencatatkan pertumbuhan meskipun tidak signifikan. Di kuartal I 2020, segmen eceran mampu membukukan penjualan Rp 1,92 triliun, naik tipis dari kuartal I 2019 yang sebesar Rp 1,91 triliun.

Baca Juga: Matahari Putra (MPPA) siap jalankan aturan larangan kantong plastik per 1 Juli

Walaupun penjualannya menurun tipis, rugi tahun berjalan MPPA yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk dapat ditekan menjadi Rp 100,2 miliar. Padahal, pada kuartal yang sama tahun sebelumnya, MPPA menanggung rugi hingga Rp 112,7 miliar.

Adapun rugi yang membaik ini ditopang oleh beban-beban yang berhasil ditekan. Misalnya, beban pokok penjualan yang menurun 4,3% yoy, menjadi Rp 1,56 triliun. MPPA juga menekan beban penjualan hingga 5,6% yoy, menjadi Rp 93,89 miliar. Selain itu, beban umum dan administrasi tercatat menurun menjadi Rp 366,62 miliar dari sebelumnya Rp 369,83 miliar.

Untuk total asetnya, MPPA membukukan kenaikan  46,34% menjadi Rp 5,59 triliun dari Rp 3,82 triliun di akhir 2019. Total liabilitas MPPA juga naik drastis menjadi Rp 5,15 triliun dari Rp 3,29 di akhir tahun 2019. Adapun ekuitas MPPA turun 18,88% secara kuartalan menjadi Rp 430,48 miliar.

Baca Juga: Grup Lippo Membidik Peluang Investasi di Bisnis Start Up

Dalam keterbukaan informasi dijelaskan, kenaikan yang signifikan dari sisi aset dan liabilitas itu salah satunya dipicu penerapan PSAK 73. Misalnya saja pada total aset tidak lancar, tercatat akun aset hak guna hingga Rp 1,7 triliun, Padahal di kuartal yang sama tahun 2019 tidak tercatat. Hal serupa juga terjadi pada liablilitas sewa jangka pendek yang dibukukan hingga Rp 181,2 miliar di kuartal I 2020 ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati