JAKARTA. Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono menyatakan, kerusuhan warga terjadi di Enaratoli, ibu kota Kabupaten Paniai, Provinsi Papua, Minggu (7/12) sekitar pukul 20.00 WIT. Dalam peristiwa itu dikabarkan ada korban tewas, namun Sulistyo belum bisa memastikan jumlahnya, masih simpang siur. "Kami belum bisa pastikan berapa jumlah korban tewas. Kabar yang mencuat memang beragam, ada yang bilang 13, 6, dan 4. Tapi itu belum terverifikasi, kami masih melakukan pendataan," jelas Sulistyo kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin malam. Sulistyo mengaku pihaknya belum bisa melakukan verifikasi jumlah korban tewas karena massa masih marah dan situasi belum kondusif. Selain itu, pihaknya juga belum bisa memastikan penyebab pasti kerusuhan itu.
Dia menjelaskan, peristiwa itu bermula pada Minggu (7/12) pukul 20.00 WIT, seorang pengendara motor tanpa helm dan lampu melewati daerah Bukit Merah. Kebetulan di sana, ada sekelompok pemuda sedang nongkrong. Beberapa dari pemuda itu kemudian menegur pengendara motor itu. "Si pengendara motor itu tak terima diteriaki. Dia pun mengatakan akan datang lagi bawa temannya," jelas Sulistyo. Tak lama kemudian, lanjut Sulistyo, si pengendara motor itu membawa temannya sekitar 8 orang ke lokasi. Akhirnya, di sana terjadi baku pukul. "Saat terjadi baku pukul, tiba-tiba terdengar suara tembakan. Namun belum diketahui sumber tembakan itu berasal dari mana. Namun kita tahu di Papua itu banyak kelompok bersenjata," jelasnya. Tak lama berselang, pada Senin (8/12) seitar pukul 02.30 WIT, kantor KPUD Paniai terbakar. Sulistyo pun belum bisa memastikan apakah sengaja dibakar atau bukan. Selain itu, pihaknya juga belum memastikan kebakaran itu berkaitan dengan baku pukul antarpemuda di Bukit Merah atau bukan. "Yang jelas kami langsung padamkan. Kantor KPUD Paniai rusak berat," tandasnya. Keesokan harinya, lanjut Sulistyo, massa melakukan aksi blokade jalan dengan memalangkan kayu ke tengah jalan di Distrik Madi Gunung Merah. Namun lagi-lagi, Sulistyo belum memastikan aksi itu berkaitan dengan rentetan kejadian sebelumnya atau bukan. Menurut dia, massa yang melakukan aksi blokade jalan sekitar 600 orang. "Aksi itu membuat warga lainnya tak bisa lewat. Mereka pun mengeluhkan. Akhirnya kami bernegosiasi dengan massa yang memalang jalan," lanjut dia. Saat polisi dengan bernegosiasi, terdengar suara tembakan dari arah gunung di daerah itu. Situasi pun menjadi tak kondusif. Aparat yang bernegosiasi kemudian mundur untuk menghindari provokasi. Sekitar setengah jam kemudian, tiba-tiba sekitar 600 orang massa menyerbu kantor Polsek Tania Timur sambil membawa panah, tombak, batu dan senjata lainnya. Mereka merusak kantor polisi tersebut. Di saat bersamaan, sebagian massa lainnya juga menyerbu kantor Koramil setempat yang berjarak 150 meter dari markas Polsek Tania Timur. Akibat kejadian itu, 4 mobil rusak. Mobil tersebut antara lain tiga milik masyarakat dan satu mobil dinas Koramil. Menurut Sulistyo, aparat hanya bisa bertahan dalam menghadapi massa. Aparat berusaha untuk tidak terpancing melakukan tindakan kekerasan untuk menghalau massa. "Kami berusaha bertahan, tidak terprovokasi untuk membalas dengan menembaki massa," tandas dia. Jangan politisasi Sulistyo mengakui ada korban tewas dan luka dalam kejadian itu. Namun jumlahnya belum bisa dipastikan. Pihaknya masih melakukan penyelidikan.
Sulistyo mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi dan mempercayai isu-isu yang menyesatkan. Terutama soal jumlah korban tewas. "Jumlah korban tewas masih diverifikasi. Tetapi yang jelas, nyawa orang tidak mungkin ditipu. Dalam arti, tidak mungkin polisi kurangi korban jiwa, tidak mungkin," tandas Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono. Hal senada diungkapkan Wakil Kepala Polda Papua Brigjen Paulus Waterpauw. Paulus meminta semua pihak untuk tidak mempolitisasi peristiwa di Enaratoli, terutama terkait dengan jumlah korban jiwa. Pihaknya hingga kini masih melakukan penyelidikan terkait penyebab kerusuhan hingga jumlah korban luka dan tewas. (Farid Assifa) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie