KONTAN.CO.ID -NUSA DUA. Di tengah kondisi ekonomi globlal yang masih tidak menentu, Indonesia mencoba mencari ladang pasar baru. Kali ini tujuannya adalah ke benua hitam, Afrika. Di ajang Indonesia Africa Infrastructure Dialouge (IAID) 2019, harapan tersebut terjadi. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan sudah menjadi kewajibannya instansi ini untuk mengembang tugas melakukan diplomasi ekonomi. Dan ini ia lakukan di acara tersebut.
Baca Juga: Ajang bisnis infrastruktur Indonesia dan Afrika digelar di Bali “Dan kami punya cara untuk melakukan diplomasi ekonomi ini yakni dengan menggandeng kementerian teknis termasuk juga BUMN dan pihak lainnya,” katanya, Selasa (20/8). Dengan cara ini, Retno yakin upaya Indonesia untuk bisa menggapai pasar di l uar negeri makin tercapai. Ia mengambil contoh ada sebuah proyek di negara Afrika, bisa dikerjakan oleh sejumlah BUMN termasuk juga swasta. Istilahnya dari hulu sampai hilir. Hasilnya pun langsung terlihat. Acara yang berlangsung selama dua hari tersebut, yakni dari 20 – 21 Agustus 2019 sudah menghasilkan kesepakatan bisnis dengan total nilai US$ 822 juta. Angka ini lebih baik dari hasil kesepakatan serupa pada tahun lalu yang sebesar US$ 586 juta. Ada 11 kesepakatan yang terjadi dari sejumlah negara Afrika dengan beberapa perusahaan asal Indonesia. Mulai dari PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) hingga perusahaan swasta semacam PT Indesso Aroma (lihat grafik). “Ada juga kesepakatan dari Dexa Group,” kata Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan di acara yang sama.
Baca Juga: Untuk Merealisasikan Sederet Rencana, Anak Usaha Barito (BRPT) Menyiapkan Dana Besar premium Hasil terbanyak diraup oleh PT Wijaya Karya. Ada empat kesepakatan yang diraih perusahaan pelat merah ini dengan beberapa negara di Afrika, seperti dengan Senegal. Wika mendapat proyek pembangunan gedung jangkung La Toure de Goree di Dakar dengan nilai US$ 250 juta. “Kalau ditotal di acara ini kami mendapat proyek senilai US$ 600 juta,” tutur Tumiyana, Direktur Utama Wijaya Karya. Keuntungan Wika lainnya adalah, perusahaan kontraktor ini juga bisa menjangkau pasar yang baru di Zanzibar. Di negara tersebut, WIka akan mengerjakan proyek terminal liquid dengan nilai proyek US$ 40 juta. Sama seperti yang dijelaskan oleh Menlu Retno Marsudi, Wika juga bisa mengajak beberapa perusahaan lainnya untuk pengerjaan proyek di Afrika. Lantaran konsep dari pengerjaan proyek saat ini adalah dari hulu dan hilir dan melibatkan banyak pihak. Melihat hal tersebut, salah satu anak usaha Grup Bakrie yakni PT Energi Mega Persada juga juga akan melakukan kegiatan eksplorasi lebih lanjut di Blok Buzi yang berada di Mozambik.
Baca Juga: LPEI gandeng WIKA dan PT DI lakukan penetrasi ke pasar ekspor Afrika Untuk merealisasikan kegiatan tersebut, Energi Mega Persada bakal mengeluarkan dana US$ 83 juta untuk eksplorasi Blok Buzi. Belum jelas betul, apakah dengan rencana tersebut, perusahan ini masih akan melanjutkan pelesapan saham Blok Buzi ke investor strategis.
Yang jelas, pihak Energi Mega Persada diminta Luhut Panjaitan untuk melanjutkan ekspansi ke negara Kenya di investasi migas. “Ini permintaan dari Pak Luhut,” kata Taufan EN Rotorasiko, Direktur Energi Mega Persada kepada KONTAN. Presiden Joko Widodo berharap, dengan adanya hasil kesepakatan tersebut membuat negara Afrika mau kembali bekerjasama dengan Indonesia. Sebab dirinya ingin bahwa kerjasama yang dibangun Indonesia dengan negara lain, termasuk Afrika berdasarkan
win-win solution atau saling menguntungkan. “Kami terbuka. Indonesia dan Afrika adalah teman yang terpercaya,” ucapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini