Kesepakatan OPEC panaskan harga minyak



JAKARTA. Tren harga minyak dunia masih tinggi. Mengutip Bloomberg, Jumat (2/12) lalu, harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2017 di New York Mercantile Exchange menanjak 1,21% ke US$ 51,68 per barel. Bahkan dalam sepekan harganya sudah melambung 12,2%.

Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menjelaskan, penguatan minyak  di akhir pekan lalu terjadi setelah para anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) berhasil menyepakati program pemangkasan produksi minyak. OPEC berniat memangkas produksi sebanyak 1,2 juta barel per hari.

Dengan pemangkasan ini, OPEC berharap pasokan minyak global akan mengalami penurunan. Apalagi, selain anggota OPEC, Rusia juga setuju menekan produksinya. Negeri Beruang Merah ini sepakat memotong produksi hingga 300.000 barel per hari.


Asal tahu saja, pemangkasan terbesar dilakukan Arab Saudi, yang mengurangi produksinya hingga 486.000 barel per hari. Artinya, dalam setahun, produksi Arab Saudi hanya mencapai 10,05 juta barel. Pemangkasan rencananya akan mulai dilakukan di awal tahun 2017 mendatang.

Deddy optimistis berkurangnya pasokan minyak ke pasar nanti bakal menopang harga minyak agar tetap tinggi. Kenaikan suku bunga The Fed diprediksi juga tidak bakal mengganggu pergerakan harga minyak. "Saat ini euforia pasar masih pada keputusan pemangkasan OPEC. Ini akan dilihat sebagai sentimen positif bagi minyak," jelas Deddy, Jumat (2/12).

Deddy cukup optimistis sampai akhir tahun 2016 minyak masih mampu merangkak naik hingga menyentuh US$ 55 per barel. Bahkan, di semester I-2017, ia meyakini target OPEC mengembalikan harga minyak ke US$ 60 per barel akan terwujud.

Produksi AS

Cuma, Direktur Garuda Berjangka Ibrahim bilang, kenaikan produksi minyak Amerika Serikat juga patut diwaspadai. Maklum, Negeri Paman Sam tersebut justru tengah mengerek produksinya.

Tahun depan, AS mencanangkan produksi minyak bisa mencapai 9,2 juta barel per tahun. Padahal di tahun ini, output minyak AS hanya sekitar 8,7 juta barel per tahun. Guna merealisasikan target tahun depan, AS sudah menambah sembilan rig aktif. "Pengurangan yang dilakukan OPEC bisa ditutupi AS, jadi harga bisa kembali tertekan," kata Ibrahim.

Harga minyak juga bisa jadi sulit menguat lantaran Indonesia dan Kanada tidak ikut melakukan pemangkasan produksi. Indonesia malah memilih hengkang dari OPEC karena berniat meningkatkan produksi minyaknya.

Sedangkan Kanada, sejak bulan Juli lalu, produksinya terus mengalami peningkatan. "Ada ketakutan implementasi pemangkasan produksi minyak OPEC tidak berdampak," terang Ibrahim.

Dari sisi teknikal, harga minyak saat ini masih bergulir di atas MA 50, MA 100 dan MA 200, yang menunjukkan tren bullish. Indikator MACD masih berada di area positif. Indikator stochastic di level 79 dan RSI di level 61 juga mengindikasikan potensi penguatan.

Harga minyak hari ini (5/12) diprediksi masih bisa naik tipis. Deddy memprediksi harga minyak akan bergerak di rentang US$ 49,20-US$ 51,77 per barel. Sementara, menurut hitungan Ibrahim, dalam sepekan ke depan harga minyak akan bergerak di kisaran US$ 51-US$ 52,9 per barel. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto