KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah mempersiapkan langkah besar dalam reformasi distribusi pupuk subsidi melalui rencana penyederhanaan regulasi yang ditargetkan selesai pada Desember 2024. Upaya ini bertujuan untuk memperbaiki sistem distribusi yang selama ini dinilai kurang efisien. Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global LPEM Universitas Indonesia, Mohamad Dian Revindo, mengingatkan bahwa implementasi kebijakan ini memerlukan masa transisi agar dapat berjalan optimal.
"Masa transisi minimal enam bulan diperlukan agar perubahan ini efektif," ujar Revindo dalam keterangannya, Rabu (18/12).
Baca Juga: Mentan Sebut 147 Regulasi di Pangkas untuk Sederhanakan Distribusi Pupuk Subsidi Dalam sistem yang baru, instruksi penyaluran pupuk subsidi akan langsung diberikan Kementerian Pertanian kepada Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), yang selanjutnya akan mendistribusikan pupuk ke Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Regulasi ini menghilangkan kebutuhan surat keputusan dari bupati atau gubernur, sehingga diharapkan dapat mempercepat proses distribusi. Revindo menekankan bahwa reformasi ini merupakan bagian dari langkah menyeluruh untuk mencapai kedaulatan pangan, yang harus dimulai dari hulu. "Penguatan produksi pupuk nasional dapat dilakukan dengan memastikan pasokan bahan baku seperti fosfat dan potash melalui kontrak jangka panjang atau akuisisi tambang di luar negeri,” katanya. Langkah ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan bahan baku yang stabil bagi produsen pupuk dalam negeri. Selain itu, perhatian juga diberikan pada alokasi pupuk yang tepat sasaran dan mekanisme penebusannya. Revindo mengapresiasi langkah pemerintah, termasuk peningkatan alokasi pupuk subsidi menjadi 9,5 juta ton pada 2025, sebagai langkah awal untuk memperkuat produksi pangan dan mengurangi beban petani.
Baca Juga: Pangkas Rantai Distribusi Berbelit, Skema Pupuk Subsidi Satu Pintu akan Dimulai 2025 “Meski jumlah ini belum mencukupi kebutuhan ideal petani padi sebesar enam kuintal per hektar (3 kuintal pupuk urea, 2 kuintal pupuk NPK, dan 1 kuintal pupuk fosfor),” tambahnya. Terkait mekanisme penebusan pupuk subsidi, Revindo mengusulkan agar penyederhanaan proses distribusi juga disertai perbaikan lainnya agar implementasi di lapangan lebih maksimal. “Petani cukup menggunakan surat kuasa dengan fotokopi KTP tanpa perlu tanda tangan kepala desa. Hal ini akan sangat membantu petani penggarap, petani lansia, atau mereka yang tinggal jauh dari kios,” jelasnya. Ia juga menyoroti pentingnya aturan yang lebih jelas terkait ongkos angkut pupuk dari distributor ke kios hingga ke petani. Aturan ini diperlukan untuk memastikan transparansi dan kepastian biaya agar tidak membebani petani maupun kios. Selain memperbaiki sistem distribusi, pemerintah juga didorong untuk meningkatkan edukasi petani terkait penggunaan pupuk yang tepat. "Petani harus memahami kaidah tepat jenis, dosis, waktu, dan mutu dalam penggunaan pupuk. Selain meningkatkan hasil panen, hal ini penting untuk menjaga kualitas tanah dalam jangka panjang," ujarnya.
Baca Juga: Pupuk Subsidi Akan Disalurkan Langsung ke Petani, Bukan dengan BLT Dalam sistem baru ini, Gapoktan memegang peran kunci. Revindo menilai pendampingan kelembagaan, legalitas, dan pengelolaan usaha sangat dibutuhkan agar Gapoktan dapat menjalankan kebijakan baru ini dengan baik. Sosialisasi kebijakan hingga tingkat desa juga diperlukan agar petani dan pengurus Gapoktan memahami perubahan yang terjadi. Dengan implementasi bertahap dan dukungan reformasi menyeluruh, kebijakan ini diharapkan dapat memperbaiki sistem distribusi pupuk subsidi, membantu petani, dan mendukung pembangunan sektor pertanian yang berkelanjutan di Indonesia.
“Reformasi pupuk subsidi ini tidak hanya sebatas perubahan prosedur, tetapi harus menjadi reformasi menyeluruh yang memberikan dampak jangka panjang bagi keberlanjutan sektor pertanian,” tutup Revindo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli