Ketahanan Sistem Keuangan Indonesia Masih Terjaga di Tengah Ketidakpastian Global



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia dalam kondisi terjaga di tengah ketidakpastian global yang masih berlanjut pada 2023 dan hingga saat ini.

Deputi Gubernur BI Juda Agung menyatakan ketahanan sistem keuangan tercermin dari likuiditas yang memadai, risiko kredit yang menurun dan permodalan yang kuat, serta didukung ketahanan korporasi yang baik.

“Hal ini mendorong stabilnya sistem keuangan kita,” ujarnya dalam peluncuran Kajian Stabilitas Keuangan No.42 (KSK 42), secara virtual di Jakarta, Rabu (27/3).


Baca Juga: Indonesia Jadi Negara dengan Ekonomi Terbesar di Asia Tenggara Pada 2023

Juda mengungkapkan, kredit perbankan tetap tumbuh dengan baik pada Februari 2024 sebesar 11,28% didukung ketersediaan likuiditas bank dan permintaan kredit dunia usaha yang juga tumbuh dengan baik.

Menurutnya, likuiditas perbankan masih cukup ample, di mana rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) berada di level 28,73% di 2023. Dia bilang, alat likuid ini termasuk surat berharga negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan sebagainya.

“Tentu kita tidak bisa bandingkan likuiditas pada saat pandemi, karena orang tak melakukan aktifitas ekonomi secara kuat konsumsi juga lemah, sehingga saving masih tinggi,” ungkap dia.

Baca Juga: Setelah Laba Industri Perbankan Indonesia Mencetak Rekor

Juda menuturkan, pihaknya meyakini bahwa pertumbuhan DPK bakal kembali normal di tahun ini dan pertumbuhan kredit diperkirakan akan tumbuh sebesar 10%-12% di 2024,

Sementara itu, lanjut Juda, tahun ini terdapat tiga fokus makroprudensial yang akan digalakkan BI. Pertama, mendorong kredit yang seimbang dan optimal, di mana BI akan memperkuat implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

“Saat ini masih ada potensi lebih Rp 100 triliun yang belum dimanfaatkan oleh bank untuk penyaluran kredit, kami akan lihat sektor-sektor yang dapat mendorong pertumbuhan kredit produktif,” terangnya.

Baca Juga: Sri Mulyani: G20 Brasil Menilai Harapan Penurunan Suku Bunga Global Akan Direm

Selain itu, untuk memperkuat likuiditas di tengah pertumbuhan DPK yang belum terlalu kuat, BI tengah menggodok kebijakan makroprudensial untuk mengoptimalisasi non tradisional funding.

Kedua, BI sedang memfinalisasi kebijakan KKS ketahanan dan keamanan siber yang bersifat end to end. Ketiga, mendorong keuangan dan ekonomi yang inklusif dan hijau lewat KLM dan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM).

“Kami arahkan untuk meningkatkan penyaluran kredit ke sektor inklusif dan hijau, sehingga motif komersial dan keberlanjutan dari pembiayaan perbankan dapat terus terjaga keseimbangannya,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli