Ketakutan AS Memuncak, Sebut Iran Mampu Membuat Bahan Bom Nuklir dalam 12 Hari



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pernyataan mengejutkan datang dari Departemen Pertahanan AS pada hari Selasa (28/2), ketika pejabat tinggi melaporkan kepada DPR bahwa Iran diprediksi akan mampu membuat material bom nuklir dalam waktu 12 hari.

Colin Kahl, pejabat Kementerian Pertahanan untuk Kebijakan, mengatakan bahwa Iran telah mampu mempercepat proses pengayaan nuklir sejak AS keluar dari kesepakatan nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Kahl menjelaskan bahwa Iran mampu mempersingkat pengadaan material untuk bom nuklir, dari 12 bulan menjadi hanya 12 hari.


"Pada tahun 2018, ketika pemerintah sebelumnya memutuskan keluar dari JCPOA, Iran membutuhkan waktu sekitar 12 bulan untuk menghasilkan bahan fisil senilai satu bom. Sekarang mereka hanya butuh waktu 12 hari," kata Kahl, seperti dikutip Reuters.

Baca Juga: Iran Menyalahkan Israel atas Serangan Drone, Berjanji akan Memberi Balasan

Kahl, yang duduk di kursi ketiga dalam hierarki Departemen Pertahanan AS, juga menjelaskan bahwa untuk saat ini sangat sulit menghentikan langkah Iran melalui jalur diplomasi karena JCPOA tidak aktif.

"Saya pikir masih ada pandangan bahwa jika Anda bisa menyelesaikan masalah ini secara diplomatis dan mengembalikan batasan pada program nuklir mereka, itu lebih baik daripada opsi lain. Namun saat ini, JCPOA sedang membeku," lanjutnya.

Sebelum laporan ini disampaikan, para pejabat pertahanan dan intelijen AS yakin bahwa Iran sebenarnya memang sudah menguasai teknologi untuk benar-benar membuat bom nuklir.

Baca Juga: IAEA: Iran Sudah Mampu Memperkaya Uranium dengan Kemurnian 84%

Sebelum ini pun sudah ada beberapa laporan yang menyuarakan kemampuan Iran dalam mempersingkat proses pengadaan bahan bom nuklir. Namun, belum ada yang menyebutkan durasi pasti seperti Kahl.

Di bawah JCPOA, Iran telah menutup program nuklirnya dengan imbalan bantuan dari sanksi ekonomi.

AS, yang saat itu dipimpin Donald Trump, memutuskan keluar dari JCPOA, membuat Iran melanjutkan program nuklir  yang sebelumnya dilarang.

Pemerintahan Joe Biden telah berusaha untuk menghidupkan kembali JCPOA dalam dua tahun terakhir, namun hasilnya masih nihil.