Ketegangan diplomatik pangkas ekspor ke Australia



JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor RI di empat bulan pertama tahun ini menunjukkan penurunan di sejumlah negara tujuan. Sepanjang Januari-April 2015, ekspor RI ke Australia terjun paling bebas sampai 50,56% dibanding periode sama tahun lalu.

Adakah penurunan ini disebabkan ketegangan hubungan kedua negara bertetangga, setahun terakhir? “Saya tidak yakin bahwa ini ada keterkaitan langsung dengan konflik kita dengan Australia,” ucap Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati, ditemui usai diskusi SmartFM, Jakarta, Sabtu (16/5/2015).

Namun yang pasti, kata Enny, sebagian besar ekspor RI ke Australia merupakan ekspor produk, dan bukannya ekspor komoditas. “Nah, bagaimana kita mau ekspor ketika kinerja produksi manufaktur kita anjlok?” kata dia.


BPS mencatat pada Q1-2015 industri pengolahan atau manufaktur hanya tumbuh 3,87 persen dibanding Q1-2014. Padahal industri ini menyumbang 21,14 persen terhadap total Produk Domestik Bruto Q1-2015. Ini menunjukkan melambatnya pertumbuhan ekonomi di seperempat awal tahun ini.

Enny mengatakan, depresiasi nilai tukar mata uang garuda juga menjadi salah satu faktor melambatnya pertumbuhan industri pengolahan. Pasalnya, industri pengolahan di Indonesia masih tergantung bahan baku dari luar.

“Depresiasi membuat produk kita menjadi relatif tidak besaing dengan Vietnam, Thailand, dan Australia. Akhirnya, mereka yang mengganti pasar kita di Australia,” ucap Enny.

Dia menambahkan, selain ekspor produk manufaktur, RI juga mengekspor komoditas ke Australia meski dalam volume yang tidak besar. Namun, karena harga komoditas turun, maka hal ini pun menyebabkan nilai ekspornya mengalami penurunan. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa