KONTAN.CO.ID - YERUSALEM/KAIRO. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memecat Menteri Pertahanan Yoav Gallant pada Selasa (5/11) dengan alasan "krisis kepercayaan." Netanyahu menggantikan Gallant dengan sekutu dekatnya, Israel Katz, untuk memimpin operasi militer di Gaza dan Lebanon. Keputusan ini memicu protes di Israel, di mana demonstran memblokir jalan dan membakar api unggun. Gallant dan Netanyahu, keduanya berasal dari partai sayap kanan Likud, telah lama berselisih terkait strategi perang yang telah berlangsung 13 bulan melawan Hamas di Gaza.
Baca Juga: Dianggap Duri dalam Daging, Netanyahu Pecat Menteri Pertahanan Israel Pemecatan Gallant dianggap mengejutkan dan terjadi di tengah pemilihan presiden AS. Netanyahu menuduh Gallant membuat pernyataan yang bertentangan dengan keputusan pemerintah. Menanggapi hal ini, Gallant mengatakan bahwa keamanan Israel adalah prioritas hidupnya. Penggantinya, Israel Katz, berjanji akan memulangkan sandera Israel dari Gaza serta menghancurkan Hamas dan Hizbullah. Sebelumnya, Katz dikenal melarang Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memasuki Israel karena dianggap gagal mengutuk serangan rudal Iran. Pemecatan Gallant juga dianggap sebagai puncak ketegangan internal pemerintahan Netanyahu. Salah satu penyebabnya adalah langkah Gallant yang mengeluarkan surat perintah wajib militer bagi 7.000 pria Haredi ultra-Ortodoks, yang memicu kemarahan dari kalangan yang menentang wajib militer di pemerintahan. Baca Juga: Menlu Retno Marsudi Kritik Keras PM Israel Benjamin Netanyahu di Sidang Umum PBB Di sisi lain, oposisi Israel mengecam keputusan ini. Pemimpin oposisi Yair Lapid menyebut pemecatan Gallant di tengah perang sebagai tindakan tidak bijaksana. Di Washington, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS menyatakan Gallant merupakan mitra penting bagi AS dan akan terus bekerja sama dengan Israel Katz.